29 Desember 2012

Harvesting Oryza

Ini adalah hasil dari jerih payahku,

Jadi beginilah aku menghabiskan liburanku. Hmm, nggak menghabiskan sebenernya, tetapi lebih kepada mnegisis kegiatanku dengan kegiatan seperti ini. Farming. Yeah, this is true and may be it sounds odd to people that know me. This is the truth, my family has a small field in another village. We planted it with rice, corn, and many things. Mostly makanan pokok.
Kebetulan sekali, waktu aku liburan ini kami sedang waktu panen. Pertama panen adalah jagung. Jadi, hari-hari pertama di rumah aku habiskan dengan membantu memanen jagung di sawah. Sepertinya ini baru pertama kali dalam beberapa tahun terkahir. Don’t get me wrong, dulu aku suka pergi ke sawah. Namun dengan kesibukan ini, membuatku jarang bisa keluar untuk pergi ke sawah. Jadinya, aku membantu ibuku untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, dan menjadi asisten masak nya.
Hmm, bulir-bulir padi yang akan berubah menjadi nasi

Nah, baru tadi pagi kita mau memanen padi. Ibuku sudah sangat sibuk dari pagi untuk mempersiapkan syukuran atas panen padi yang menurutku tidak usah terlalu heboh seperti memasak ayam segala. Aku berkata pada ibuku bahwa membuat bubur merah sudah cukup. Tetapi karena beliau keras kepala, pagi-pagi ayam kampung peliharaan kakakku sudah tak bernyawa dan sudah matang di tangan ibuku.
Syukuran seperti itu dulunya dilakukan dengan menyertakan kemenyan dan makan terseut tidak akan disentuh manusia. Hal ini diilhami animism dan juga hindu di Indonesia, meskipun kedua orang tuaku muslim. Dulu ketika aku masih kecil, mereka masih melakukan kegiatan ini. Nmaun ketika aku sekarang sudah cukup besar, kebiasaan persembahan kepada Dewi Sri tersebut dirubah menjadi syukuran ala islam.
Sebenarnya aku tidak ingin pergi ke sawah. Aku ingin bediam diri di rumah, menonton film dan juga belajar SAT kalau mood, sambil mendampingi ayahu yang sebulan lalu mengalami kecelakaan. Namun apa boleh buat, ternyata pada pukul satu siang kakakku sms menyuruhku untuk perg ke sawah mengantarkan minum. Tentunya aku menolak dengan alasan tidak ada sepeda. Namun setelah dipikir-pikir mungkin di sana mereka kehausan dan air minum dariku lah satu-satunya pertolongan. 

Me and Happy!

I was wrong. Setelah menempuh sepeda tua sekitar 20 menit ke sana, ternyata kakakku pulang ke rumah dan ketika aku sampai disana, merek atidak butuh air minum sebanyak yang aku bawa, sekitar 3 liter. Akhirnya aku memutuskan melahap nasi sisa syukuran utnuk makan siang dan membantu Ibuku memanen padi. Ternyata, memanen padi tersebut menyenangkan.
Memanen padi yang pertama aku pikir bakalan melelahkan dan kotor ternyata bisa menjadi terasa seperti piknik. Cuaca juga mendung, jadi menebas batang padi pun terasa lebih enak dan sejuk. Rasanya seperti benar-benar aku menjadi anak orang tuaku. Kau tahulah, sifatku dan sifat mereka cukup berbeda, meski secara fisik tidak. 

Padi siap panen...
Liburan di sawah memang sungguh diluar dugaan dan sangat mengasyikkan. Apalagi kalau kamu membawa kameramu ikut serta. Jadi, aku lampirkan beberapa foto yang bisa menunjukkan seperti apa sih memanen padi itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,