31 Mei 2013

Sampoerna Academy Graduation!

Sampoerna Academy Graduation Ceremony, Graha Cakrawala, 30th May 2013

Oh, graduation. It feels like my journey in high school is end, but not really end. When I think back, this graduation is just the start of higher and more difficult journey that are waiting for me and my friends.
This year graduation is different like a year ago. This time, I don't know how to explain, but it feels like something missing. The plus point from this year is that the building that we used is bigger than the last year and of course the school need more money for it. However, who cares about school's money? Isn't it?.
The most important things are, I finally graduate! I'm Alumni right now. Second, I have chance to wear this precious graduation robe and toga! What amazing feeling, it feels like Harry Potter! Third, I can met my friends, and we took pictures a lot. I also met my parents and took picture with them.
Huh, I'm so happy and I can not wait the big journey that wait for me in this upcoming months.


I, and my house-mate. From left to right; Teddy, Pak Pet, Me!, Citra, Almira, Vita, Bagas, and Sari

Happy smile!



29 Mei 2013

Graduation Ceremony Tomorrow!

I'm so eager to have graduation ceremony tomorrow. It has been so long being a high school student in here. My graduation ceremony will be held on 30th May in Graha Cakrawala, the most known conference building in Malang. I hope the ceremony will be great.
I will wear Toga and ceremonial cloak. It will be great, I'm really looking forward for it.

21 Mei 2013

Modem hilang


Jadi, aku kehilangan modem.
Lebih tepatnya modem ku mungkin dipinjam anak tanpa dikembalikan. Ini membuatku khawatir. Semoga saja benar-benar dipinjam dan kemudian bisa kembali. Aku sangat butuh modem itu. Dimana ya? Dimana ya?
D   i   m   a   n   a      y   a   ?
Dimana kah gerangan modem?
Dicari pergi
Pergi mencari
Tak tahulag daku
Yang matanya hitam
Otaknya buram
Kemanakah gerangan?
Modem kepunyaanku?
Hilangkah?
Dipinjamkah?
Kemana pergi pergi kemana
Tak tahu aku daku tak mengerti

06 Mei 2013

Perjalanan Menuju Pulau Dewata


Akhirnya tiba juga waktunya untuk berangkat ke Bali. Hari ini tanggal 5 Mei 2013, aku dan teman-teman SMA berangkat ke Bali. Aku masih tak menyangka bahwa aku akan pergi ke Bali dengan gratis. Benar-benar gratis, meski uan g sakuku sangat terbatas.
Hari itu dijadwalkan kami akan berangkat pukul 7 pagi dari Malang, tetapi kami harus sudah bersiap sejak pukul 6 pagi karena panitia takut jika ada kemoloran. Akhirnya aku putuskan untuk bangun setengah lima pagi itu dan segera mandi. Sambil mandi aku menegnang rumah. Air disini tidak seidngin air yang ada di rumah, meski katanya daerah Malang itu dingin. Mungkin juga karena asrama ini ada di Tlogowaru, daerah yang dikenal kering yang menyebabkan airnya tak sedingin air di rumah asalku.
Setelah mandi dan ganti baju aku segera sholat Shubuh dan mengecek perlengkapan untuk ke Bali. Aku memang sudah mempersiapkan barang apa saja yanga ku bawa, namun tetap aku hars mengeceknya. Aku hanya membawa dua celana panjang dan satu celana pendek. Tiga kaus pendek, satu kemeja, satu baju batik, san beberapa baju dalam. Aku sudah mewanti wanti diriku untuk tidak membawa barang yang tidak terlalu banyak. Beruntung sekalin aku sudah memodifikasi tas decofresh ku menjadi penampilan baru yang fresh dan ceria. Sehingga ke Bali aku hanya membawa tas hijau mencolok itu dan juga tas kecil berisi pakaian.
Setelah sarapan dan menunggu apakah bus sudah datang atau belum, aku sempatkan untuk berlatih biola. Aku tak mau hanya karena berapa hari di Bali kemampuanku menurun. Aku harus tetap berlatih, apalagi karena aku masih beginner.
Tak dinyana bus pun datang. Dengan menjinjing kedua tas bawaanku, aku turun ke bawah. Ternyata sudah banyak anak turun untuk menunggu bus. Tak disangka, teman-teman berminat juga untuk datang lebih awal.
Seperti biasa, aku turun dan tak tahu harus gabung ke mana. Kau tahu maksudku, di usia ku seperti ini banyak anak cenderung untuk membentuk kelompok. Namun aku tidak. Bukan karena aku egois atau apa, tapi karena aku tidak tahu harus bersikap bagaimana terhadap bentuk kelompok. Setiap melihat teman-teman disini berekelompok, aku selalu teringat teman-temanku waktu MTs dulu. Jadi aku hanya melihat mereka, berbicara sebentar dengan teman-teman, dan duduk memperhatikan. Aku sangat suka memperhatikan orang, beljaar dari perilaku mereka, dan mengamati karakter mereka.
Bus sudah datang semua, kami pun berbaris untuk berdoa bersama. Setelah pembagian tiket atau lebih tepatnya kartu tanda masuk bus, aku pun masuk ke bus nomor 2. Untung sekali aku bisa duduk disamping jendela, sehingga aku bisa melihat pemandangan diperjalanan nanti. Memikirkannya saja sudah membuatku tersenyum.
Aku kembali sendiri di bus. Tito, teman sampingu sedikit sakit sehingga dia berada di belakang bersama pacaranya yang merawatnya. Jadilah aku sendirian terus.
Perjalanan ke Bali dengan bus 2 ternyata di damping oleh seorang guide dari Wahana Tour yang bernama Mas Syamsul. Orangnya cukup ramah dan bersahabat. Aku mulai menyukai orang ini. Cocok sekali memilih tipe orang seperti ini sebagai guide dalam perjalanan panjang yang jika tanpa teman dan pemandangan inah berubah menjadi membosankan.
Perjalanan dengan Wahana Tour ini sangat menyenangakn. Di bus 2 aku mendapatkan roti boy dan juga segelas susu sebagai snack pagi, karena nanti baru sekitar pukul 12 siang kami akan makan siang di daerah Situbondo.
Perjalanan menuju pelabuhan Ketapang masih sangat lama. Di bus jika aku tidak tidur, au mungkin melihat pemandangan sekitar. Sepertinya agak salah memilih bagian  kanan bus untuk tempat duduk. Sinar matahari pagi menerobos masuk jendela. Ketika matahari makin meninggi, sinaranya menyilaukan dan meradiasikan panas yang membuat gerah.
Kadang-kadang, pemandangan di luar sangat indah. Aku terutama sangat menyukai arsitektur Belanda zaman era pra kemerdekaan. Gabungan anatar arsitektur colonial dengan local membuhkan hasil menarik. Di beberapa daerah seperti Probolinggo dan Pasuruan aku menjumpai rumah yang keren seperti itu. Sayangnya, rumahnya selalu kurang terawatt. Apa mungkin karena bangunan kuno sehingga angker atau bagaimana. Namun  kalau boleh membelinya atau merawatnya aku mau sekali.
Aku tertidur. Ketika bangun aku sudah berada di jalan denga pepohonan jati di kiri kananku. Sepertinya kami memasuki aerah hutan sekitar Banyuwangi, pikirku. Ternyata benar. Kami sudah semakin dekat dengan Pulau Dewata. Hutan di kiri kananku sangat indah. Meski hutan homogeny, namun sepertinya sangat subur sekali. Pohon-pohon jati tumbuh dengan subur. Tanaman-tanaman liar pun tumbuh merangkul kaki-kaki pohon-pohon itu dan membuatnya kembali seperti hutan hujan tropis.
Tak disangka, pelabuhan Ktapang pun sudah terlihat mata. Waktu itu sekitar pukul 3 sore. Bau laut oun tercium ketika kami turun dari bus untuk menuju kapal yang akan membawa kami ke Pulau Dewata. Bau campuran antara ikan dan garam yang tersamarkan oleh keringat dan juga wajah lelah para pelancong menyerbu hidungku saat aku dan teman-teman turun dari bus.
Aku belum pernah ke Pelabuhan. Kapal-kapal berjejer di dermaga. Besar kecil, kapal penyeberangan, kapal penangkap ikan, dari yang memiliki layar hingga yag bertenaga uap. Semuanya ada di situ. Suara ombak dikejauhan menggempur pantai, suara orang meminta uang receh, suara penjual yang mengedarkan dagangannnya melebur menjadi satu di pelabuhan. Beberapa anak kecil dengan telanjang dada berlarian. Rambut mereka basah oleh air laut. Mereka pengemis, ujar temanku. Aku memandangi mereka dengan tanda tanya. Ketika aku sampai di jembatan untuk ke kapal. Aku paham maksud temanku. Mereka mengemis dengan cara berenang di air laut dan meminta pelancong melemparkan uang receh mereka. Aku salut dengan kemampuan renang mereka. Mereka pasti sangat ahli. Karena aku tidak bisa apa-apa dibandingkan dengan mereka, maksudku berenang.
Baru kali ini aku masuk ke kapal. Aku pikir rasanya seperi berada di ayunan. Disini aku bertemu dengan SMA 110 Jakarta, yang ternyata kami selalu bertemu dengan mereka dimanapun kami berada. Berada di atas kapal sangat menyenangkan, apalagi jika bersama teman-teman. Kami snagat beruntung membawa gitar. Dengan itu, akmi bernyanyi dan bersenang-senang. Sehingga goyangan kapal yang biasanya membuat orang mabuk laut itu tidak berpengaruh. Aku juga sudah memerintahkan otakku utnuk selalu berpikir positif diatas laut agar aku tidak terkena mabuk laut.
Banyak hal yang baru pertama ku lakukan waktu berkunjung ke Pulau Dewata ini. Melihat laut dengan dekat. Memandang birunya air dan juga cerahnya langit diatasnya. Kapal-kapal yang sibuk bersliwearn dan juga celotehan anak-anak diatas kapal sungguh membuatku merasa aneh. Aneh dalam artian positif. Aku tidak bisa mendeskripsikannya kalau kamu ingin tahu.
Bernyanyi diata slaut dan tertawa tawa membuatku sanggup melupakan seidkit kegalauanku. Seiring dengan matahari yang semakin malu-malu mendekap bumi untuk tidur. Aku dan teman-teman akhirnya sampai di Bali.

04 Mei 2013

Besok ke Bali

Aigo...
Nggak sabar mau ke Bali dalam rangka senior trip (I'm a senior now). I am so happy just to imagine that tomorrow at this time i will be in the bus. Maybe chatting with my friends to kill boredom or just sleeping. I am sure tomorrow will be great!
As for costume i farewell party. I will wear all grey outwear. Hahaha. I'm really look forward to it.

01 Mei 2013

Alas Kaki dan Korupsi


ALAS KAKI?

Sebagai seorang siswa yang hidup di asrama, berapa kali anda kehilangan alas kaki anda? Berapa kali pula anda meminjam alas kaki tanpa izin dari pemiliknya? Jujur saja, saya pernah kehilangan dan ‘ghasab’ alas kaki, begitu pula mungkin juga dengan anda.
Meskipun demikian, pengalaman yang paling menampar saya adalah ketika saya kehilangan sepatu saya tepat ketika saya butuhkan.
Pagi itu seperti biasa saya duduk di depan laptop saya, memelototi adegan Great Ninja War pada manga terkenal dari Jepang, Naruto. Saat itu sekitar pukul tujuh pagi pada Rabu pagi yang cerah, saya bru dari toilet ketika saya menyadari ada yang aneh. Rak sepatu saya longgar. Ada sepatu saya yang diambil oleh  siswa lain. Parahnya, dia mengambilnya dari rak sepatu saya sendiri, yang ada tulisan nama saya. Melihat kenyataan tersebut, saya langsung naik darah. Bisa-bisanya ada anak yang tidak menghargai kepemilikan orang lain.
Saya langsung bergerak cepat. Melihat ke kanan ke kiri. Sepi. Kecil kemungkinannya kalau pelakunya kelas 12. Kemungkinan besar pasti adalah siswa yang masuk pagi dan se-blok dengan saya. Jadwal ibadah saya pagi itu rusak karena kemarahan yang terpendam. Sakit rasanya melihat milik kita diambil oleh orang lain. Bukan begitu?
Untung saja saya bukan orang yang suka bicara kotor. Kalau tidak, pasti kertas putih pun akan berwarna hitam karena saya. Saya hanya tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang anak beasiswa yang dipercaya memiliki perilaku yang baik ternyata bertindak seperti itu. Bukankah dia bisa membaca? Untuk apa “otak” nya kalau tidak digunakan untuk mencerna tulisan nama saya yang tertampang dengan jelas di rak sepatu saya? Pagi itu rasanya seperti ada awan hitam menggelantung di depan mata saya, petir menyambar-nyambar mencari pelampiasan. (Parahnya lagi, sampai tulisan ini ditulis “Si Pengambil” tidak juga mengembalikan sepatu saya ke tempat yang seharusnya).
Saya segera menyiapkan strategi ketika untuk mendapatkan sepatu saya kembali. Saya menulis pengumuman kecil di pintu kamar-kamar se-blok dengan saya, dengan harapan mereka akan membantu untuk menemukan sepatu saya, meski saya agak sangsi karena sepatu saya tidak berindentitas. Saya juga menyiapkan kata-kata jika nanti bertemu dengan “Si Pengambil”, mulai dari berteriak di depan muka nya, mencoba pura-pura akan mengancamnya, atau menyerahkannya kepada Kepala Asrama agar dihukum sesuai perbuatannya. Namun sampai sore hari, tidak ada yang muncul. Semua persiapan saya menguap, dan sepatu saya tetap berkelana entah dimana.
Saya menyadari, saya juga pernah memakai sandal tanpa ijin. Bukannya bermaksud untuk membela diri atau bagaimana, namun sandal tersebut tergeletak begitu saja, toh saya juga mengembalikannya ke tempat semula. Saya yakin, Anda pun demikian juga.  Bahkan, ada banyak anak yang rela “nyeker” dibandingkan memakai alas kaki yang bukan miliknya.
Ketika saya berpikir lebih jauh mengenai hal ini, saya jadi teringat dengan korupsi. Sebagai negara terkorup, kesempatan perubahan hanya ada ditangan generasi sekarang ini. Jika dari kecil kita sudah tidak merasa bersalah mengambil atau memakai hak orang lain, bagaimana nantinya. Jika kita sudah terbiasa mengambil hak orang lain, katakanlah meskipun itu kecil, namun kalau lama kelamaan bukankah kita akan berani juga untuk mengambil hak orang yang lebih besar?
Semenjak kecil kita sudah terbiasa mengambil uang seribu rupiah dari Ibu kita tanpa sepengetahuannya. Ketika kita dewasa, bisa saja kita akan terbiasa mengambil satu juta, sepuluh juta, dari orang lain. Hal itu karena kita sudah terbiasa. Bukankah begitu?
Nah, tentu kita tidak ingin hal tersebut terjadi. Permasalahan kecil seperti alas kaki atau sepatu seperti ini janganlah muncul lagi. Mari kita saling menyadari kesalahan masing-masing dan menjadikannya pelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Memang tak bisa dipungkiri, hidup satu atap dengan banyak orang yang dikonsep sebagai “family” memang sudah biasa bantu membantu. Bahkan ada yang bilang, satu untuk semua, semua untuk satu berkaitan dengan pemakaian property di asrama. Memang bantu membantu itu baik, namun ada etika dan tata cara, bukan dengan merampas hak orang lain.(naf)