30 Juli 2012

Menjadi Pendidik = Pemandu


Menjadi Pendidik=Pemandu

Oleh Muhammad Abdul Manaf

Seorang anak melangkah ragu disebuah jalan bercabang. Didepannya menghampar hutan yang lebat mengancam. Dia ingin pergi mencari harta karun. Sayangnya, dia tidak memiliki peta. Orang-orang yang ditemuinya hanya memberitahu bahwa dia harus pergi ke barat dan dia akan sampai di hutan. Konon, harta karun tersebut ada dibalik lembah setelah hutan ini.
Anak itu mulai kebinungan dan berjalan berputar-putar di depan jalan bercabang. Ada 3 jalan menuju arah yang berbeda-beda yang kesemuanya menurut orang-orang menuju balik hutan ini. Tetapi dia tidak tahu jalan manakah yang tepat. Hutan ini menurut orang-orang penuh dengan makhluk buas dan hal-hal mistis. Beberapa pohonnya berduri dan beracun, sekali salah melangkah dia tidak akan pernah keluar dari hutan itu hidup hidup.

Akhirnya dia memutuskan untuk membuat tenda di samping jalan bercabang sambil menunggu orang yang melewati jalannya. Tetapi semua orang yang dia temui selalu mengatakan hal yang berbeda dan tidak ada yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya. “Kenapa bisa begitu? Kenapa harus kearah itu? Kenapa tidak kesini?”, setiap orang yang berpapasan dengannya hanya mengatakan bahwa begitulah kata orang-orang, mereka hanya menurut saja. Dia memutuskan tidak percaya kata orang yang tidak bisa dirasionalkan, dia sudah pernah celaka karena menurut kata orang-orang, maka sekarang tidak lagi.
Dia sudah berhari-hari disitu menunggu kedatangan orang yang bisa dia tanyai. Ketika bekalnya hampir habis, dia melihat orang tua yang berjalan pelan kearahnya. Wajahnya menyiratkan lapar dan dahaga. Setelah Ia menyambut orang tua itu dan membantu sebisanya, dia mulai bertanya kepada orang tua itu karena Ia berfikir pastilah orang ini sudah banyak makan asam garam kehidupan.
“Wahai Pak Tua yang bijaksana, bisakah Anda membantu saya yang kebingungan ini?”, Tanya si anak. “Apa yang bisa aku bantu sebagai balas budiku padamu, anak muda?”
“Saya ingin mencari harta karun dibalik hutan ini, tapi saya tidak tahu jalan yang mana yang harus saya ambil. Saya telah disini berhari-hari menanyakan hal yang sama kesetiap orang yang lewat, namun mereka tidak memiliki jawaban yang terpercaya”, Si anak menjelaskan.
Orang tua itu bergumam dan melanjutkan, “Ambillah jalan kekanan dan ikuti bintang paling terang saat matahari tenggelam, kesitulah harta karunmu mengarah”, Orang tua tersebut menjelaskan sambil mengelus janggutnya. “Ini, ambillah korek ini sebagai sumber api dan cahaya untuk perjalananmu, karena jalanmu akan penuh tantangan, meski aku tak tahu apa itu. Saat tak ada orang lain yang bisa kau percayai, percayalah pada hatimu”, orang tersebut mengeluarkan korek dari jubahnya dan dia berikan ke anak muda itu. Si anak muda tersebut memandang Pak Tua dengan penuh terimakasih, meski korek tersebut hanyalah benda biasa, tetapi dia sangat membutuhkannya. Pak tua tersebut juga memberikan pisau miliknya kepada anak muda itu. “Ambillah, kau lebih membutuhkannya daripada aku”.
Berbekal benda-benda pemberian orang tua tersebut, dia melanjutkan perjalanan mengarungi hutan seperti saran sang orang tua. Bintang senja itu menjadi petunjuk bagi si anak dan korek tersebut menjadi sumber cahaya dan kehangatan saat gelap dan dingin menyerbu.
Malam masuk kedalam siang dan siang masuk kedalam malam.
Hari, minggu dan bulan telah berlalu dan ketika si anak sudah mendapatkan apa yang Ia inginkan, dia kembali ke jalan pertama dia datang dan menemui Pak Tua untuk mengucapkan terimakasih. Ia berfikir tanpa bimbingan orang tua tersebut, mungkin dia tidak akan pernah mendapatkan harta karunnya. Maka apa salahnya membaginya sedikit kepada Pak Tua sebagai ungkapan rasa terimkasihnya?
***
Apa hubungan cerita karangan saya diatas dengan menjadi pendidik? Saya akan menjelaskannya dibawah ini.
Karangan saya diatas dapat dijadikan refleksi bagaimana si anak dan Pak Tua saling bersimbiosis untuk menuju kesuksesan. Si anak membutuhkan Pak Tua untuk menjadi pemandu dalam mendapatkan harta karun yang Ia idamkan, sedangkan Pak Tua dibantu si anak dengan mendapat makanan ketika Ia membutuhkan. Itu adalah hubungan yang sederhana yang bisa dijadikan metafora antara pendidik dan anak didik, tetapi tentunya mereka lebih kompleks daripada itu.
Menjadi pendidik sama dengan menjadi seorang pemandu. Pendidik yang baik adalah yang bisa menjadi pemandu yang baik. Keduanya memiliki kesamaan tugas untuk membawa orang yang menjadi tanggung jawab mereka meraih apa yang mereka inginkan. Jika pemandu turis harus bisa memandu para turis mengeksplor keindahan alam yang mereka idamkan. Pendidik yang baik harus bisa memuaskan hasrat akan haus pengetahuan muridnya, membekali muridnya ilmu pengetahuan yang berguna bagi masa depan muridnya, dan menjadi pembimbing untuk menunjukkan mana jalan yang harus diambil dan mana yang tidak. Setidaknya hal itu merupakan gambaran seorang pendidik yang baik menurut saya.
Umpamakan kalau si anak muda adalah murid dan si Pak Tua dan orang-orang yang lewat adalah pendidik. Maka hanya Pak Tua lah yang masuk kategori menjadi pendidik yang baik. Kenapa? Karena Pak Tua memberikan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan kepada si anak berdasarkan pengalamannya. Sedangkan orang-orang lain yang lewat hanya memberikan jawaban secara teoritis. Bahkan mereka tidak tahu kenapa memberikan jawaban itu. Jawaban yang mereka berikan seperti jawaban yang sudah tersedia di dalam text book selama bertahun-tahun. Selain itu, Pak Tua tersebut peduli terhadap si anak. Meskipun mereka baru kenal. Sedangkan orang lain yang lewat tidak peduli dan sekedar menjawab.
Hal tersebut benar-benar terjadi lho, dalam kehidupan sehari-hari. Banyak pendidik yang kurang bisa mendidik muridnya dan membawa mereka menuju perubahan yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pendidik yang melakukan tindakan kriminal. Bahkan ada kasus di suatu ketika pendidik mencabuli si murid. Padahal seorang pendidik harus bisa menjadi role model yang baik bagi muridnya. Ibaratnya adalah guru kencing berdiri murid kencing berlari, jika pendidik sudah bejat, bagaimana dengan anak didiknya? Itulah yang harus segera dipikirkan oleh kita semua. Bahwa pendidik jangan sampai hanya cerdas pikiran, tapi juga harus dicari yang baik moralnya.
Selama bertahun-tahun mencari ilmu atau kalau berdasar cerita diatas mencari harta karun, saya sudah berpapasan dengan banyak orang yang hanya memberikan jawaban sekedarnya maupun yang mampu membuat saya terkagum-kagum dengan penjelasannya yang masuk akal, yang telah memberi saya bekal untuk menempuh perjalan panjang berliku dengan berbagai macam alat, atau hanya berupa wejangan yang berfungsi sebagai bahan bakar (motivasi).
Pendidik adalah pemandu bagi siswa siswi mereka. Menjadi pendidik tidak hanya sekedar mengajarkan apa itu a, b, c, atau d. Tetapi yang mampu menyingkap tabir potensi anak didik mereka untuk diasah sebagai bekal hidup. Pendidik sama saja dengan pemandu, mereka adalah orang yang setia mendampingi anak didik mereka menempuh perjalanan berliku untuk menggali harta karun mereka, dalam hal ini mencapai impian mereka dengan asas ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Guru itu adalah pemandu. Untuk menjadi pemandu maka mereka harus bisa memberikan contoh yang baik jika mereka ada didepan. Selalu memberikan api (semangat) kepada siswa-siswanya. Jangan sampai anak didik mereka loyo. Terakhir, seorang guru yang baik harus bisa menjadi figur yang member dorongan kepada siswa-siswanya.  Dorongan untuk meraih harta karun mereka masing-masing.
Berat memang menjadi pendidik yang selalu dikambing hitamkan oleh masyarakat jika anak didik mereka berulah. Yang kadang-kadang dilupakan oleh anak didik mereka yang sudah sukses, yang namanya jarang sekali diingat setelah jenjang dengan mereka putus, yang selalu stuck dengan kehidupan yang biasa-biasa saja.
Dibalik itu semua, pendidik yang dalam konteks ini adaah guru adalah orang-orang hebat dibalik suksesnya orang-orang besar. Tanpa gurunya, Helen Keller tidak akan bisa menjamah dunia, tanpa gurunya yang mengajari bermimpi, maka Ikal dalam novel Laskar Pelangi hanya akan berakhir sebagai pekerja tambang. Dalam kasus saya, tanpa guru saya mungkin saya akan menjadi petani seperti orang tua saya. Maka saya bersyukur dengan apa yang telah dilakukan oleh guru saya, baik yang buruk maupun yang baik. Sebagai seorang anak didik, saya juga harus bisa menyeleksi mana yang sesuai dengan prinsip saya dan mana yang tidak. Namun, saya sangat yakin bahwa pendidik sekarang ini sudah banyak sekali yang menjadi pemandu yang baik bagi siswa siswi mereka, apalagi beberapa tahun lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,