13 Agustus 2009

PENTINGNYA SEX EDUCATION

PENTINGNYA SEX EDUCATION SEBAGAI LANGKAH AWAL PENCEGAHAN HIV/AIDS BAGI REMAJA

Oleh: Jayen Aris K, M. Abdul Manaf, Rizka Oktavania



HIV/AIDS dari hari ke hari semakin meningkat. Menurut perkiraan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, setiap hari terdapat lebih dari 5000 orang berusia 15- 24 tahun mengidap HIV dan AIDS, hampir 1800 penderita HIV di bawah usia 15 tahun tertular dari ibunya dan sekitar 1400 anak di bawah usia 15 tahun meninggal akibat HIV. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalah guna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Para ahli memperkirakan bahwa sampai tahun 2002 ada sekitar 12-19 juta orang. Sedangkan jumlah orang dengan HIV di Indonesia sampai 2002, diperkirakan antara 90000-130000 orang.
Penyebabnya tak lain adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan terhadap penyakit ini. Pentingnya pendidikan seks (sex education) bagi remaja masih dianggap hal yang tabu di Indonesia. Hal itulah yang mendasari sulitnya pengenalan HIV/AIDS kepada masyarakat luas, terutama sasaran yang sekarang ini kerap dibidik adalah remaja. Karena masa remaja merupakan masa yang sangat rentan terkena pengaruh- pengaruh negatif dari luar juga rasa keingintahuan yang tinggi.
Banyak remaja yang belum memahami apa arti dari sex education. Contohnya saja, selama melakukan wawancara terhadap beberapa remaja di Kota Kediri, hasilnya sungguh sangat mengecewakan. Mereka menganggap bahwa sex education menuju hal- hal yang negatif. Seperti yang diungkapkan oleh Arik Wahyu Pratama (15 thn) , sex education itu..... ”pokoke isine sing ngeres- ngeres”.
Hal yang diungkapkan oleh Arik, demikian biasa disapa, itu merupakan persepsi yang salah. Sex education menurut persepsi yang benar merupakan sebuah pembelajaran mengenai kesehatan reproduksi manusia. Jadi, hal yang diungkapkan oleh remaja kebanyakan kepada kami merupakan persepsi yang negatif dan kurang benar.
Sex education sebenarnya merupakan sebuah langkah yang bagus untuk memperkenalkan bahaya HIV/AIDS lebih dini kepada remaja. Sehingga, remaja terhindar dari HIV/AIDS. Tetapi, banyak masyarakat yang mendengar kata seks berpikiran negatif sehingga menghambat pemahaman tentang bahaya HIV/AIDS.
Disisi lain, sedikit remaja yang tahu apa itu HIV/AIDS dan cara penularannya. Padahal, sekrang ini, banyak ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah remaja. Hal itu merupakan dampak dari kurangnya pemahaman tentang HIV/AIDS itu sendiri. Maka diperlukan suatu pembelajaran yang mengulas masalah- masalah kesehatan reproduksi, yang tak lain adalah sex education.
AIDS (Accuired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Gejala awal dari HIV/AIDS tidak terlihat. Tetapi baru terasa setelah 7- 10 tahun.
Bagi orang awam, berinteraksi dengan orang berpengidap HIV/AIDS adalah hal berbahaya. Padahal perlu di ingat, HIV/AIDS menular melalui bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi; Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV; Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan; Melahirkan, dan jika menyusui sendiri.
Tetapi, HIV/AIDS tidak menular melalui: bersalaman, berpelukan berciuman batuk, bersin memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar mandi, WC, kamar tidur, dll. gigitan nyamuk bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, dll.
Oleh sebab itu sex education sangat penting diberikan pada remaja demi masa depan remaja itu sendiri dan lingkungannya. Sehingga mereka lebih memahami dan menjaga kesehatan repsoduksi agar terhindar dari penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
Sex education dilakukan tidak hanya satu kali saja, tetapi harus dilakukan beberapa kali oleh beberapa pihak yang berwenang, seperti Tim Lak UKS tiap sekolah. Tetapi nyatanya, sangat sedikit pihak yang sadar untuk memberikan sex education pada remaja.
Mereka menganggap, jika remaja diberi pendidikan seks, dikhawatirkan remaja akan mencoba- coba hal- hal yang belum pantas dilakukan oleh orang yang belum menikah. Hal inilah yang mendasari sulitnya pelaksanaan sex education pada remaja yang notabene mereka memiliki rasa keingintahuan yang besar dalam mencoba hal- hal baru.
Pelaksanaan sex education kebanyakan dalam bentuk lokakarya yang disampaikan oleh pihak Dinas Kesehatan yang terkait. Pelaksanaan inipun tidak bisa dilaksanakan secara maksimal jika tidak ada kesadaran dalam diri remaja. Sebagai awalan, dalam pendidikan seks, sebaiknya para remaja diberi pengarahan tentang kesadaran diri sendiri dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan, terutama akan bahaya HIV/AIDS yang semakin melanda jiwa- jiwa rentan remaja.
Sehingga diharapkan pemanfaatan sex education secara maksimal dapat mencegah dan mengurangi penularan penyakit HIV/AIDS terhadap remaja. Mengingat remaja merupakan tunas harapan bangsa yang harus dipelihara agar dapat memajukan bangsa dan negara ini.
Bagaimanakah nasib bangsa ini jika tunas- tunas bangsa telah digerogoti HIV/AIDS? Hal itu dapat dicegah jika para remaja memiliki kesadaran terhadap kesehatannya yang bisa didapat dalam sex education yang berkualitas dan bertanggungjawab. Akhirnya, sex education diharapkan mampu mengurangi resiko penularan HIV/AIDS yang semakin gencar menyerang remaja Indonesia.


2 komentar:

  1. Salam para sahabat,

    Tentang masalah pendidikan seks untuk remaja pun telah kami bahas di sebuah artikel kami yang berjudul Sex Education itu Perlu.

    Semoga juga menjadi bahan masukan bagi para sahabat-sahabat pembaca.

    Terima kasih,

    Tongkol Muda.

    BalasHapus
  2. Iya, Mr. Tongkol Muda.... terimakasih atas sarannya

    BalasHapus

Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,