27 Agustus 2009

Diskriminasi ODHA

UgH.................................................... akhirnya tahu deh, kalo aku nggak lolos. sebenarnya artikel yang aku tampilin ini merupakan artikel pertama yang aku buat untukj lomba artikel dalam rangka konferensi HIV/AIDS seasia pasifik yang kalo artikelnya bagus bisa ikut konferensi. Tapi, artikelku (kalo menurutku sendiri) jelek. Tapi yah..... kalo untuk seumuran aku nih, udah terbasuk hebat.... He........... He..................... He...................
Jangan lupa komen aja tak tunggu!



ANTI STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)


SIAPA YANG PANTAS DISALAHKAN???




Saya tidak kehilangan martabat saya sebagai manusia hanya karena saya HIV positif. Saya bangga atas diri saya sendiri, atas usaha saya menghadapi hidup sebaik kemampuan saya. Saya sayang pada diri saya sendiri, dan tidak perlu ada rasa malu atau rasa bersalah yang mengikat langkah saya. Dan bagi saya, jika saya meninggal karena HIV, bukan berarti saya lebih hina dari pada orang yang meninggal karena sakit jantung atau kanker atau yang lainnya.
Suzana1


HIV/AIDS dari hari ke hari semakin meningkat. Menurut perkiraan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, setiap hari terdapat lebih dari 5000 orang berusia 15- 24 tahun mengidap HIV dan AIDS, hampir 1800 penderita HIV di bawah usia 15 tahun tertular dari ibunya dan sekitar 1400 anak di bawah usia 15 tahun meninggal akibat HIV2. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalah guna narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Para ahli memperkirakan bahwa sampai tahun 2002 ada sekitar 12-19 juta orang3. Sedangkan jumlah orang dengan HIV di Indonesia sampai 2002, diperkirakan antara 90000-130000 orang4. Sebanyak 90% kasus HIV merupakan akibat dari penularan seksual dan 60-70%kasus HIV terjadi di kalangan heteroseksual.

Anehnya, semakin banyak masyarakat pengidap HIV/AIDS, lingkungan masyarakat bukan semakin sadar dan mengerti tapi malah memupuk sifat individualisme mereka hingga tumbuh subur, akibatnya prilaku diskriminasi terhadap penderita ODHA Semakin merebak dimana-mana.

Dari realita tersebut, tentunya banyak orang yang bertanya-tanya, apakah sebabnya sehingga orang cenderung menjauhi, bahkan mendiskriminasikan para korban ODHA. Padahal, penyakit tersebut bukan keinginan para korban ODHA, penyakit itu juga bukan seperti pandangan orang- orang, yaitu penyakit yang disebabkan kutukan dari Tuhan yang dikhususkan pada orang- orang yang hina, tapi penyakit itu merupakan sebuah cobaan, apakah kita bisa melewatinya, atau tidak.

Penyebabnya tak alin adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan terhadap penyakit ini. Pentingnya pendidikan seks (sex education) yang sehat dan aman masih dianggap hal yang tabu di Indonesia. Hal itulah yang mendasari sulitnya pengenalan HIV/AIDS kepada masyarakat luas, terutama sasaran yang sekarang ini kerap dibidik adalah remaja.
Sebenarnya, ketidaktahuan masyarakat itu ada dampak positif dan negatifnya. Positifnya, masyarakat tidak tahu apa itu HIV/AIDS, jadi mereka tidak perlu takut terhadap ODHA. Tapi sayangnya, ketidaktahuan masyarakat itu lebih banyak mengundang kenegatian dari pada positif, hal itu dikarenakan semaki masyarakat tidak paham akan HIV/AIDS, maka semakin besar penyakit HIV/AIDS ini menyebar.

Orang pedesaan masih menganggap bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, dengan didasarkan tidak adanya obat yang bisa menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Persepsi masyarakat desa inipun perlu mendapat perhatian pemerintah, agar tidak menyebar ke masyarakat yang lain.

Bukannya tidak ada obatnya, tapi belum ditemukan obatnya, selama ini, obat yang ada hanya untuk mencegah dan menghambat menyebarnya virus HIV lebih jauh dalam menyerang sistem kekebalan manusia.

Dan sekarang ada obat yang lebih canggih, yang dapat memperlambat kegiatan HIV menginfeksikan sayang masih sehat. Obat ini disebut sebagai obat antiretroviral. Untuk mengobati HIV, tidak boleh memakai satu jenis obat sendiri; sedikitnya kita harus pakai kombinasi dua jenis obat, tetapi agar terapi ini dapat efektif untuk jangka waktu yang lama, sebaiknya ODHA memakai kombinasi tiga obat. Terapi ini disebut sebagai terapi antiretroviral atau ART5.

Selain hal- hal seperti yang disebutkan di atas, ada hal lain yang perlu diperhatikan akibat dari kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap penyakit HIV/AIDS, yaitu bagaimanakah cara penularan HIV/AIDS itu. Bagi orang awam, berinteraksi dengan orang berpengidap HIV/AIDS adalah hal berbahaya. Mereka cenderung menggunakan prinsip. Berani mendekat, nyawa lenyap. Karena apa? Hal itu di karenakan mereka berasumsi ODHA itu berbahaya, pembawa sial, pencabut nyawa, orang hina, tak berguna, dan segala caci maki yang menusuk hati. Siapa lagi yang salah di sini? Kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap penyakit HIV/AIDS.

Perlu di ingat, HIV/AIDS menular melalui:
Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan kecil)
Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV
Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu
Melahirkan, dan jika menyusui sendiri

Tetapi, HIV/AIDS tidak menular melalui: bersalaman, berpelukan berciuman batuk, bersin memakai peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar mandi, WC, kamar tidur, dll. gigitan nyamuk bekerja, bersekolah, berkendaraan bersama memakai fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, sauna, dll.

Hanya ada satu kasus terjangkitnya HIV/AIDS akibat berciuman, setelah terdeteksi, ternyata ada pendarahan gusi pada orang itu. Jadi, HIV/AIDS akan menular jika terjadi kontak atau pertukaran cairan dari orang yang terkena HIV/AIDS ke orang normal.

Tetapi masalahnya, susah sekali mengubah peresepsi yang sudah tertanam dipikiran masyarakat. Tidak hanya langsung sekali penyuluhan, tapi berkali-kali. Dan hasilnyapun jauh dari yang diharapkan. Usaha tersebut sangat sulit sekali, terutama di Indonesia yang notabene, masyarakatnya masih di dominasi masyarakat pedesaan dengan beragam kultur yang berbeda. Sehingga jika ingin memberikan penyuluhan, setidaknya penyuluh merupakan warga dari desa tersebut yang memiliki pengaruh yang signifikan bagi kehidupan masyarakatnya. Seperti kepala desa, ketua adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang lain.

Sayangnya lagi, sangat sedikit orang Indonesia ini yang peduli akan ODHA. Jika mereka tidak terjangkit penyakit HIV/AIDS, berarti tidak ada kewajiban bagi mereka untuk peduli pada koraban ODHA. Keindividualismean manusia memang benar- benar telah menutup mata dan hati mereka untuk peduli pada saudara- saudara kita yang terjangit HIV/AIDS. Mereka tidak tahu, ada banyak saudara kita yang harus kita bantu, mereka asyik jalan- jalan ke mall- mall mewah, pesta, menghambur- hamburkan uang diatas penderitaan orang lain.

Hal diatas salah besar, apakah kita tega pada saudara kita, membiarkannya sendirian didalam penderitaan, dalam sebuah lingkungan yang bahkan dia tidak tahu kapan ajal menjemputnya, seperti yang diketahui, orang pengidap HIV/AIDS, sangat mudah terinfeksi penyakit, penyakit ringan seperti flu, jika menginfeksi ODHA, maka penyakit itu bisa bersarang lebih lama dibanding jika penyakit itu menginfeksi orang normal.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menolong mereka? Membangkitkan mereka dari mimpi buruk panjang mereka? Apa yang bisa kita lakukan? Apa yang bisa kota lakukan, yang setidaknya mampu nisa membuat mereka sedikit kega dan tersenyum kembali?
Ada banyak kawan, ada banyak sesuatu yang bisa kita lakukan, antara lain kita bisa membuat poster- poster, brosur, tulisan- tulisan tentang HIV/AIDS, tentang bagaimanakah cara berinteraksi dengan penderita ODHA. Terus berkarya baik itu lewar seni, musik, karya ilmiah, dan terus memberitahu kepada orang beteapa bahayanya penyakit HIV/AIDS, ingat, penyakit HIV/AIDS yang berbahaya, bukan orangnya. Jika kita hati- hati dan tidak sembrono, maka bersosialisasi dengan ODHA, merupakan hal- hal yang normal, sesuatu yang tidak perlu kita takuti.

Oleh karena itu, sangat perlu sosialisai tentang penyakit HIV/AIDS pada masyarakat umum, terutama pada masyarakt desa. Sosialisasi itu perlu agar masyarakat bisa sadar dari persepsi buruk mereka terhadap ODHA. Dan yang paling penting adalah menghindari perilaku- perilaku yang bisa menyebarluaskan epidemi HIV/AIDS terhadap masyarakat luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,