Menjadi Pendidik Tak
Harus Tua
Oleh: Muhammad Abdul Manaf
Siapa bilang menjadi pendidik harus nunggu tua?
Setiap orang bisa kok menjadi pendidik. Anak SMA pun bisa, setidaknya itulah
yang dilakukan oleh SMA ku. Setiap hari Sabtu kami pergi ke SD, MI, TK, Panti
Asuhan, yayasan anak jalanan, untuk melakukan kegiatan yang dinamakan Community
Service. Disini kami belajar berkontribusi kepada masyarakat lain mengenai ilmu
yang sudah kami dapat di sekolah. Sehingga kami nggak belajar teori doing,
namun juga praktik.
Teman-teman yang mengikuti kegiatan ini pun
banyak sekali, karena kelas 10 dan 11 di SMA ku wajib melakukan kegiatan ini.
Selama dua tahun bertugas, aku selalu mengajar anak-anak SD. Satu dua kali
mengajar di anak-anak jalanan. Kegiatan seperti ini akan kami jalani secara
rutin setiap hari Sabtu. Sehingga jikalau hari Sabtu disekolah lain mereka
masih aktif KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), kami sudah kelayapan di Kota Malang
menuju tempat comserv.
Sungguh pengalaman yang sangat berharga dalam
kegiatan seperti ini. Bagaimana tidak berharga, kapan lagi kami bisa mencicipi
kegiatan menjadi guru jika tidak lewat tugas seperti ini? Apalagi kami tidak
perlu mengurus ijin dan segala macam tetek bengek untuk melakukan kegiatan
disekolah yang dimaksud. Kami cukup datang, melapor ke Kepala Sekolah sebentar
dan tara… kami sudah boleh masuk kelas dan mengajari adek-adek SD atupun MI.
Kami mengajar mereka mengenai apa yang kami
bisa. Bisa ditebak, kami mengajari mereka seni, bahasa inggris, environmental
awareness, dan berbagai hal lain seperti pelajarn pokok sekolah. Jangan bilang
kami tidak belajar dari mereka. Malah sebenarnya kamilah yang belajar dari
adek-adek SD/MI. darimana lagi kalau bukan dari mereka kami merasakan stress
nya guru menghadapi siswa yang rame di kelas, berantem sesama teman, nangis,
nakal, usil, dan segala macam perilaku yang menguras emosi kami sebagai
pendidik cilik.
Tetapi hal itulah yang membuat aku benar-benar
belajar bagaimana susah dan tertantangnnya menjadi guru. Jika sebelum itu aku
berfikir bahwa tugas guru itu enak karena Cuma berdiri didepan kelas dan
mengajar pelajaran, ternyata dugaanku salah. Ternyata menjadi guru tidak cukup
hanya dengan seperti itu. Menjadi guru itu harus punya kharisma dan wibawa agar
murid-murid tersebut hormat kepada kita. Kita harus punya berates-ratus
strategi agar murid-murid tersebut mau menuruti omongan kita. Mulai dari
bujukan yang sangat halus, diberi janji permen, hingga menindak secara tegas. Itu
semua perah kami lakukan untuk mengatasi masalah dalam kelas. Sungguh suatu
pengalaman yang sangat nyata untuk menjadi seorag pendidik.
Jikalau dulu aku kepada guru kurang menaruh
hormat dan cenderung meremehkan, aku mulai tambah respek kepada guru. bagaimana
tidak? Aku sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi guru, diacuhkan
oleh anak didik, dilecehkan, dihina, aku pernah merasakannya selama mengajar. Mulai
dihina negro gara-gara kulit banyak melanin, hingga diolok-olok. Apalagi guru
tersebut selain dianugerahi anak titipan dari banyak orang tua, mereka juga
punya anak-anak sendiri di rumah yang harus diurus. Sehingga pekerjaan mejadi
seorang pendidik itu harus siap fisik dan psikis.
Intinya, menjadi seorang guru itu bisa
dilakukan oleh siapa saja. Namun untuk menjadi seorang yang benar-benar guru
dibutuhkan kesabaran dan pengalaman berinteraksi dan integritas yang tinggi
untuk mengabdi kepada masyarakat. Sehingga
kenapa kok seorang guru itu diminta sudah bersekolah tinggi, hal tersebut agar
mereka memenuhi kualifikasi yang ditetapkan sehingga tidak stress sendiri
menghadapi murid seperti yang selalu kami dapatkan saat community service.(naf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,