Menjadi Pendidik=Pemandu
Oleh Muhammad Abdul Manaf
Seorang anak melangkah ragu disebuah jalan
bercabang. Didepannya menghampar hutan yang lebat mengancam. Dia ingin pergi
mencari harta karun. Sayangnya, dia tidak memiliki peta. Orang-orang yang
ditemuinya hanya memberitahu bahwa dia harus pergi ke barat dan dia akan sampai
di hutan. Konon, harta karun tersebut ada dibalik lembah setelah hutan ini.
Anak itu mulai kebinungan dan berjalan
berputar-putar di depan jalan bercabang. Ada 3 jalan menuju arah yang
berbeda-beda yang kesemuanya menurut orang-orang menuju balik hutan ini. Tetapi
dia tidak tahu jalan manakah yang tepat. Hutan ini menurut orang-orang penuh
dengan makhluk buas dan hal-hal mistis. Beberapa pohonnya berduri dan beracun,
sekali salah melangkah dia tidak akan pernah keluar dari hutan itu hidup hidup.
Akhirnya dia memutuskan untuk membuat tenda di
samping jalan bercabang sambil menunggu orang yang melewati jalannya. Tetapi
semua orang yang dia temui selalu mengatakan hal yang berbeda dan tidak ada
yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya. “Kenapa bisa begitu? Kenapa harus
kearah itu? Kenapa tidak kesini?”, setiap orang yang berpapasan dengannya hanya
mengatakan bahwa begitulah kata orang-orang, mereka hanya menurut saja. Dia
memutuskan tidak percaya kata orang yang tidak bisa dirasionalkan, dia sudah
pernah celaka karena menurut kata orang-orang, maka sekarang tidak lagi.
Dia sudah berhari-hari disitu menunggu
kedatangan orang yang bisa dia tanyai. Ketika bekalnya hampir habis, dia
melihat orang tua yang berjalan pelan kearahnya. Wajahnya menyiratkan lapar dan
dahaga. Setelah Ia menyambut orang tua itu dan membantu sebisanya, dia mulai
bertanya kepada orang tua itu karena Ia berfikir pastilah orang ini sudah
banyak makan asam garam kehidupan.
“Wahai Pak Tua yang bijaksana, bisakah Anda
membantu saya yang kebingungan ini?”, Tanya si anak. “Apa yang bisa aku bantu
sebagai balas budiku padamu, anak muda?”
“Saya ingin mencari harta karun dibalik hutan
ini, tapi saya tidak tahu jalan yang mana yang harus saya ambil. Saya telah disini
berhari-hari menanyakan hal yang sama kesetiap orang yang lewat, namun mereka
tidak memiliki jawaban yang terpercaya”, Si anak menjelaskan.
Orang tua itu bergumam dan melanjutkan,
“Ambillah jalan kekanan dan ikuti bintang paling terang saat matahari tenggelam,
kesitulah harta karunmu mengarah”, Orang tua tersebut menjelaskan sambil
mengelus janggutnya. “Ini, ambillah korek ini sebagai sumber api dan cahaya
untuk perjalananmu, karena jalanmu akan penuh tantangan, meski aku tak tahu apa
itu. Saat tak ada orang lain yang bisa kau percayai, percayalah pada hatimu”,
orang tersebut mengeluarkan korek dari jubahnya dan dia berikan ke anak muda
itu. Si anak muda tersebut memandang Pak Tua dengan penuh terimakasih, meski
korek tersebut hanyalah benda biasa, tetapi dia sangat membutuhkannya. Pak tua
tersebut juga memberikan pisau miliknya kepada anak muda itu. “Ambillah, kau
lebih membutuhkannya daripada aku”.
Berbekal benda-benda pemberian orang tua
tersebut, dia melanjutkan perjalanan mengarungi hutan seperti saran sang orang
tua. Bintang senja itu menjadi petunjuk bagi si anak dan korek tersebut menjadi
sumber cahaya dan kehangatan saat gelap dan dingin menyerbu.
Malam masuk kedalam siang dan siang masuk
kedalam malam.
Hari, minggu dan bulan telah berlalu dan ketika
si anak sudah mendapatkan apa yang Ia inginkan, dia kembali ke jalan pertama
dia datang dan menemui Pak Tua untuk mengucapkan terimakasih. Ia berfikir tanpa
bimbingan orang tua tersebut, mungkin dia tidak akan pernah mendapatkan harta
karunnya. Maka apa salahnya membaginya sedikit kepada Pak Tua sebagai ungkapan
rasa terimkasihnya?
***
Apa hubungan cerita karangan saya diatas dengan
menjadi pendidik? Saya akan menjelaskannya dibawah ini.
Karangan saya diatas dapat dijadikan refleksi
bagaimana si anak dan Pak Tua saling bersimbiosis untuk menuju kesuksesan. Si
anak membutuhkan Pak Tua untuk menjadi pemandu dalam mendapatkan harta karun
yang Ia idamkan, sedangkan Pak Tua dibantu si anak dengan mendapat makanan
ketika Ia membutuhkan. Itu adalah hubungan yang sederhana yang bisa dijadikan
metafora antara pendidik dan anak didik, tetapi tentunya mereka lebih kompleks
daripada itu.
Menjadi pendidik sama dengan menjadi seorang
pemandu. Pendidik yang baik adalah yang bisa menjadi pemandu yang baik.
Keduanya memiliki kesamaan tugas untuk membawa orang yang menjadi tanggung
jawab mereka meraih apa yang mereka inginkan. Jika pemandu turis harus bisa
memandu para turis mengeksplor keindahan alam yang mereka idamkan. Pendidik
yang baik harus bisa memuaskan hasrat akan haus pengetahuan muridnya, membekali
muridnya ilmu pengetahuan yang berguna bagi masa depan muridnya, dan menjadi pembimbing
untuk menunjukkan mana jalan yang harus diambil dan mana yang tidak. Setidaknya
hal itu merupakan gambaran seorang pendidik yang baik menurut saya.
Umpamakan kalau si anak muda adalah murid dan
si Pak Tua dan orang-orang yang lewat adalah pendidik. Maka hanya Pak Tua lah
yang masuk kategori menjadi pendidik yang baik. Kenapa? Karena Pak Tua
memberikan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan kepada si anak berdasarkan
pengalamannya. Sedangkan orang-orang lain yang lewat hanya memberikan jawaban
secara teoritis. Bahkan mereka tidak tahu kenapa memberikan jawaban itu.
Jawaban yang mereka berikan seperti jawaban yang sudah tersedia di dalam text
book selama bertahun-tahun. Selain itu, Pak Tua tersebut peduli terhadap si
anak. Meskipun mereka baru kenal. Sedangkan orang lain yang lewat tidak peduli
dan sekedar menjawab.
Hal tersebut benar-benar terjadi lho, dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak pendidik yang kurang bisa mendidik muridnya dan membawa
mereka menuju perubahan yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pendidik
yang melakukan tindakan kriminal. Bahkan ada kasus di suatu ketika pendidik
mencabuli si murid. Padahal seorang pendidik harus bisa menjadi role model yang
baik bagi muridnya. Ibaratnya adalah guru kencing berdiri murid kencing
berlari, jika pendidik sudah bejat, bagaimana dengan anak didiknya? Itulah yang
harus segera dipikirkan oleh kita semua. Bahwa pendidik jangan sampai hanya
cerdas pikiran, tapi juga harus dicari yang baik moralnya.
Selama bertahun-tahun mencari ilmu atau kalau
berdasar cerita diatas mencari harta karun, saya sudah berpapasan dengan banyak
orang yang hanya memberikan jawaban sekedarnya maupun yang mampu membuat saya
terkagum-kagum dengan penjelasannya yang masuk akal, yang telah memberi saya
bekal untuk menempuh perjalan panjang berliku dengan berbagai macam alat, atau
hanya berupa wejangan yang berfungsi sebagai bahan bakar (motivasi).
Pendidik adalah pemandu bagi siswa siswi
mereka. Menjadi pendidik tidak hanya sekedar mengajarkan apa itu a, b, c, atau
d. Tetapi yang mampu menyingkap tabir potensi anak didik mereka untuk diasah
sebagai bekal hidup. Pendidik sama saja dengan pemandu, mereka adalah orang
yang setia mendampingi anak didik mereka menempuh perjalanan berliku untuk
menggali harta karun mereka, dalam hal ini mencapai impian mereka dengan asas ing
ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Guru itu adalah pemandu. Untuk menjadi pemandu
maka mereka harus bisa memberikan contoh yang baik jika mereka ada didepan. Selalu
memberikan api (semangat) kepada siswa-siswanya. Jangan sampai anak didik
mereka loyo. Terakhir, seorang guru yang baik harus bisa menjadi figur yang member
dorongan kepada siswa-siswanya. Dorongan
untuk meraih harta karun mereka masing-masing.
Berat memang menjadi pendidik yang selalu
dikambing hitamkan oleh masyarakat jika anak didik mereka berulah. Yang
kadang-kadang dilupakan oleh anak didik mereka yang sudah sukses, yang namanya
jarang sekali diingat setelah jenjang dengan mereka putus, yang selalu stuck
dengan kehidupan yang biasa-biasa saja.
Dibalik itu semua, pendidik yang dalam konteks
ini adaah guru adalah orang-orang hebat dibalik suksesnya orang-orang besar.
Tanpa gurunya, Helen Keller tidak akan bisa menjamah dunia, tanpa gurunya yang
mengajari bermimpi, maka Ikal dalam novel Laskar Pelangi hanya akan berakhir
sebagai pekerja tambang. Dalam kasus saya, tanpa guru saya mungkin saya akan
menjadi petani seperti orang tua saya. Maka saya bersyukur dengan apa yang
telah dilakukan oleh guru saya, baik yang buruk maupun yang baik. Sebagai
seorang anak didik, saya juga harus bisa menyeleksi mana yang sesuai dengan
prinsip saya dan mana yang tidak. Namun, saya sangat yakin bahwa pendidik
sekarang ini sudah banyak sekali yang menjadi pemandu yang baik bagi siswa
siswi mereka, apalagi beberapa tahun lagi.