ALAS KAKI?
Sebagai
seorang siswa yang hidup di asrama, berapa kali anda kehilangan alas kaki anda?
Berapa kali pula anda meminjam alas kaki tanpa izin dari pemiliknya? Jujur
saja, saya pernah kehilangan dan ‘ghasab’ alas kaki, begitu pula mungkin juga dengan
anda.
Meskipun
demikian, pengalaman yang paling menampar saya adalah ketika saya kehilangan
sepatu saya tepat ketika saya butuhkan.
Pagi
itu seperti biasa saya duduk di depan laptop saya, memelototi adegan Great
Ninja War pada manga terkenal dari Jepang, Naruto. Saat itu sekitar pukul tujuh
pagi pada Rabu pagi yang cerah, saya bru dari toilet ketika saya menyadari ada
yang aneh. Rak sepatu saya longgar. Ada sepatu saya yang diambil oleh siswa lain. Parahnya, dia mengambilnya dari
rak sepatu saya sendiri, yang ada tulisan nama saya. Melihat kenyataan
tersebut, saya langsung naik darah. Bisa-bisanya ada anak yang tidak menghargai
kepemilikan orang lain.
Saya
langsung bergerak cepat. Melihat ke kanan ke kiri. Sepi. Kecil kemungkinannya
kalau pelakunya kelas 12. Kemungkinan besar pasti adalah siswa yang masuk pagi
dan se-blok dengan saya. Jadwal ibadah saya pagi itu rusak karena kemarahan
yang terpendam. Sakit rasanya melihat milik kita diambil oleh orang lain. Bukan
begitu?
Untung
saja saya bukan orang yang suka bicara kotor. Kalau tidak, pasti kertas putih
pun akan berwarna hitam karena saya. Saya hanya tak habis pikir, bagaimana
mungkin seorang anak beasiswa yang dipercaya memiliki perilaku yang baik
ternyata bertindak seperti itu. Bukankah dia bisa membaca? Untuk apa “otak” nya
kalau tidak digunakan untuk mencerna tulisan nama saya yang tertampang dengan
jelas di rak sepatu saya? Pagi itu rasanya seperti ada awan hitam menggelantung
di depan mata saya, petir menyambar-nyambar mencari pelampiasan. (Parahnya
lagi, sampai tulisan ini ditulis “Si Pengambil” tidak juga mengembalikan sepatu
saya ke tempat yang seharusnya).
Saya
segera menyiapkan strategi ketika untuk mendapatkan sepatu saya kembali. Saya
menulis pengumuman kecil di pintu kamar-kamar se-blok dengan saya, dengan
harapan mereka akan membantu untuk menemukan sepatu saya, meski saya agak
sangsi karena sepatu saya tidak berindentitas. Saya juga menyiapkan kata-kata
jika nanti bertemu dengan “Si Pengambil”, mulai dari berteriak di depan muka
nya, mencoba pura-pura akan mengancamnya, atau menyerahkannya kepada Kepala
Asrama agar dihukum sesuai perbuatannya. Namun sampai sore hari, tidak ada yang
muncul. Semua persiapan saya menguap, dan sepatu saya tetap berkelana entah
dimana.
Saya
menyadari, saya juga pernah memakai sandal tanpa ijin. Bukannya bermaksud untuk
membela diri atau bagaimana, namun sandal tersebut tergeletak begitu saja, toh
saya juga mengembalikannya ke tempat semula. Saya yakin, Anda pun demikian
juga. Bahkan, ada banyak anak yang rela “nyeker”
dibandingkan memakai alas kaki yang bukan miliknya.
Ketika
saya berpikir lebih jauh mengenai hal ini, saya jadi teringat dengan korupsi.
Sebagai negara terkorup, kesempatan perubahan hanya ada ditangan generasi
sekarang ini. Jika dari kecil kita sudah tidak merasa bersalah mengambil atau
memakai hak orang lain, bagaimana nantinya. Jika kita sudah terbiasa mengambil
hak orang lain, katakanlah meskipun itu kecil, namun kalau lama kelamaan
bukankah kita akan berani juga untuk mengambil hak orang yang lebih besar?
Semenjak
kecil kita sudah terbiasa mengambil uang seribu rupiah dari Ibu kita tanpa
sepengetahuannya. Ketika kita dewasa, bisa saja kita akan terbiasa mengambil
satu juta, sepuluh juta, dari orang lain. Hal itu karena kita sudah terbiasa.
Bukankah begitu?
Nah,
tentu kita tidak ingin hal tersebut terjadi. Permasalahan kecil seperti alas
kaki atau sepatu seperti ini janganlah muncul lagi. Mari kita saling menyadari
kesalahan masing-masing dan menjadikannya pelajaran untuk menjadi pribadi yang
lebih baik.
Memang
tak bisa dipungkiri, hidup satu atap dengan banyak orang yang dikonsep sebagai
“family” memang sudah biasa bantu membantu. Bahkan ada yang bilang, satu untuk
semua, semua untuk satu berkaitan dengan pemakaian property di asrama. Memang
bantu membantu itu baik, namun ada etika dan tata cara, bukan dengan merampas
hak orang lain.(naf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,