Hai, namaku Nicholson Granger. Kau bisa memanggiku Nick. Sebenarnya, nama lengakpku adalah Nicholson Albert Enrico Fermi Jean Granger. Aku masih keturunan keluarga Granger. Nenekku adalah Ibu dari Hermione Granger. Dan aku, yah kau tahu sendiri bahwa memiliki nenek seorang muggle akan dianggap buruk oleh sebagian penyihir.
Ayahku merupakan adik dari Hermione Granger, yang bernama Nielsen Jean Granger yang merupakan ilmuwan muggle. Sedangkan Ibuku sendiri bernama Fanella Alberta, yang merupakan penyihir berdarah murni. Ibuku sampai dijauhi oleh beberapa saudaranya karena menikah dnegan muggle. Bahan dicoret dari silsilah keluarga. Tapi nenek dan kakekku dari pihak ibu tidak pernah menganggap Ibuku infeksi keluarga yang harus dibuang.
Aku Half-Blood. Tentu, kau sudah membaca silsilahku diatas kan?
Setelah menunggu sangat lama, akhirnya saat aku berumur 11 tahun aku bisa masuk Hoghwarts School of Witchraft and Wizardy. Cool! Mom dan Dad senang sekali tahu, bahwa aku diterima di Hoghwarts. Bahkan mom sendiri yang mengantarkanku ke Diagon Alley untuk membeli perlengkapan sihirku.
Sayang, Ollivander sudah sangat tua sehingga dia tak lagi melayani pembeli. Tetapi, dia tetap membuat tongkat. Yang aku tahu, dia diganti oleh seseorang laki- laki paruh baya yang berambut putih panjangg seperti kapas. Bajunga berwarna hitam kusam dan berkuku panjang.
Dia memilihkanku tongkatku. Tak ada yang cocok, sehingga aku disuruh memilih sendiri. Akhirnya aku mendapat tongkat sihir. Kayu Oak, 13 inchi berinti bulu phoenix. Aku sangat beruntung mendapat inti tongkat yang sama dengan Harry Potter yang terkenal.
Akhirnya, 11 September tiba. Pukul 7 pagi Mom dan Dad sudah mengantarkanku ke Stasiun King Cross. Aku bertemu Bibi Hermione dan Paman Weasly yang sedang mengantarkan anaknya, Rose.
"Oh, Hermione! akhirnya aku bertemu kau, aku sangat sibuk akhir- akhir ini" Mom bicara dengan Bibi Hermione dan memberinya pelukan kilat. " Tak apa- apa, Ella, aku tahu kau sangat sibuk. Bekerja di Kementerian Sihir pasti membuatmu pusing" Sahut Bibi Hermione pada Mom. Mom hanya mengangguk sedikit "Yah, tentu" sambil mendengus.
Aku hanya menonton Mom dan Bibi Hermione berbincang- bincang. Dad juga begitu, tak menjelaskan berbagai aspek pembaharuan yang terjadi di Stasiuk King's Cross, karena Paman Ron sangat bersemangat bertanya.
"Mom, Dad, kurasa keretanya mau berangkat, bisa aku berangkat sekarang?" Aku memandang Mom yanga asyik berbicara. "Ya sayang, tentu" Dia menciumku dan memberiku pelukan, kemudian Dad juga, "Jangan nakal, jangan lupa, gunakan otakmu sebelum bertindak, Jagoan!" kata Dad sambil mengusap kepalaku. Aku hanya sepusar Dad, betapa kecilnay diriku!
Aku menyeret koperku. Ugh... berat dan segera masuk ke dalam Hogwarts Express. "Mom, Dad, bye... bye.." aku melambai dari kompartemenku. Mereka melambaikan tangan. Mom melambaikan saputangannya dan berteriak, "hati- hati!" yang aku jwab dengan anggukan, "Aku akan megirim surat 2 minggu sekali!" Suara peluit dan asap putih tebal menyembur. Angin membawa asap itu kebelakang dan Hogwarts Express melaju dengan suara bisingnya menuju Hogwarts.
Ayahku merupakan adik dari Hermione Granger, yang bernama Nielsen Jean Granger yang merupakan ilmuwan muggle. Sedangkan Ibuku sendiri bernama Fanella Alberta, yang merupakan penyihir berdarah murni. Ibuku sampai dijauhi oleh beberapa saudaranya karena menikah dnegan muggle. Bahan dicoret dari silsilah keluarga. Tapi nenek dan kakekku dari pihak ibu tidak pernah menganggap Ibuku infeksi keluarga yang harus dibuang.
Aku Half-Blood. Tentu, kau sudah membaca silsilahku diatas kan?
Setelah menunggu sangat lama, akhirnya saat aku berumur 11 tahun aku bisa masuk Hoghwarts School of Witchraft and Wizardy. Cool! Mom dan Dad senang sekali tahu, bahwa aku diterima di Hoghwarts. Bahkan mom sendiri yang mengantarkanku ke Diagon Alley untuk membeli perlengkapan sihirku.
Sayang, Ollivander sudah sangat tua sehingga dia tak lagi melayani pembeli. Tetapi, dia tetap membuat tongkat. Yang aku tahu, dia diganti oleh seseorang laki- laki paruh baya yang berambut putih panjangg seperti kapas. Bajunga berwarna hitam kusam dan berkuku panjang.
Dia memilihkanku tongkatku. Tak ada yang cocok, sehingga aku disuruh memilih sendiri. Akhirnya aku mendapat tongkat sihir. Kayu Oak, 13 inchi berinti bulu phoenix. Aku sangat beruntung mendapat inti tongkat yang sama dengan Harry Potter yang terkenal.
Akhirnya, 11 September tiba. Pukul 7 pagi Mom dan Dad sudah mengantarkanku ke Stasiun King Cross. Aku bertemu Bibi Hermione dan Paman Weasly yang sedang mengantarkan anaknya, Rose.
"Oh, Hermione! akhirnya aku bertemu kau, aku sangat sibuk akhir- akhir ini" Mom bicara dengan Bibi Hermione dan memberinya pelukan kilat. " Tak apa- apa, Ella, aku tahu kau sangat sibuk. Bekerja di Kementerian Sihir pasti membuatmu pusing" Sahut Bibi Hermione pada Mom. Mom hanya mengangguk sedikit "Yah, tentu" sambil mendengus.
Aku hanya menonton Mom dan Bibi Hermione berbincang- bincang. Dad juga begitu, tak menjelaskan berbagai aspek pembaharuan yang terjadi di Stasiuk King's Cross, karena Paman Ron sangat bersemangat bertanya.
"Mom, Dad, kurasa keretanya mau berangkat, bisa aku berangkat sekarang?" Aku memandang Mom yanga asyik berbicara. "Ya sayang, tentu" Dia menciumku dan memberiku pelukan, kemudian Dad juga, "Jangan nakal, jangan lupa, gunakan otakmu sebelum bertindak, Jagoan!" kata Dad sambil mengusap kepalaku. Aku hanya sepusar Dad, betapa kecilnay diriku!
Aku menyeret koperku. Ugh... berat dan segera masuk ke dalam Hogwarts Express. "Mom, Dad, bye... bye.." aku melambai dari kompartemenku. Mereka melambaikan tangan. Mom melambaikan saputangannya dan berteriak, "hati- hati!" yang aku jwab dengan anggukan, "Aku akan megirim surat 2 minggu sekali!" Suara peluit dan asap putih tebal menyembur. Angin membawa asap itu kebelakang dan Hogwarts Express melaju dengan suara bisingnya menuju Hogwarts.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,