Bulan Ramadhan sudah menunjukkan tanda-tanda
akan berakhir. Selama satu bulan penuh seluruh umat muslim di dunia
melaksanakan puasa dan berbagai macam ibadah pendukung seperti shalat tarawih
dan witir. Di bulan ini pula, mereka berlomba-lomba melakukan kebajikan seperti
infaq dan sedekah, menyantuni anak yatim, dan berbagai kegiatan sosial.
Berbagai macam amalan tersebut dilaksanakan demi memeroleh berkah bulan suci
ini.
Pada bulan tersebut seakan dunia menjadi tempat
yang damai, dimana-mana kita bisa melihat orang melakukan kebaikan, televisi
pun turut meramaikan suasana ramdhan dengan menyajikan tayangan yang lebih
islami, bahkan iklan-iklan pun turut terislamisasi. Memang, bulan ramadhan
benar-benar menjadi bulan pernuh berkah, baik ditinjau dari segi agamis maupun
ekonomis.
Sayangnya, ketika bulan ramadhan ini berakhir,
kedamaian yang dirasakan banyak orang selama satu bulan itu pelan-pelan
terhapus seiring bergantinya hari. Ketika ramadhan sudah benar-benar terganti,
damai yang sempat dirasa itu seperti kedamaian sesaat. Orang-orang mulai lagi
lupa daratan, perempuan memakai busana mini terlihat dimana-mana dan kejahatan
yang sempat tidur bangun untuk mencari mangsa. Herannya lagi, yang melakukan
hal tersebut kebanyakan juga umat muslim sendiri.
Bulan ramadhan seharusnya dimaknai sebagai
bulan untuk berubah. Bulan yang diperuntukkan bagi manusia untuk melakukan
refleksi diri atas apa yang telah diperbuatnya selama bulan-bulan sebelum
Ramadhan. Jika banyak dosa, segera minta ampun di bulan yang suci ini. Jika hidupnya
berantakan segera tata hidupnya, mantapkan iman, dan jadilah insan yang lebih
baik untuk menyambut bulan berikutnya.
Sudah jelas sekali kalau inti dari puasa adalah
menjadi orang yang lebih bertaqwa. Bertaqwa secara luas dapat diartikan menjadi
pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam aspek keyakinan. Jika
keyakinan sudah lebih mantap dan baik, maka hal itu akan mengefek ke
bagian-bagian hidup yang lain. Kalau dianalogikan, puasa itu seperti saringan.
Semua kegiatan kita yang biasanya di bulan- bulan biasa bisa lewat, kali ini
diperiksa secara ketat lewat saringan. Hanya perbuatan terpuji saja yang bisa
lewat. Dengan begitu, kita akan menjadi terbiasa dengan perbuatan baik dan akan
membawanya ke bulan-bulan yang lain.
Kenyataan yang ada memang kebalikannya, meski
sudah disaring berkali-kali tetap saja perbuatan tak terpuji terus dipelihara.
Malah inilah tantangannya, apakah kita sanggup menjadikan bulan ramadhan
sebagai momentum untuk berubah atau tidak. Kalau kita bisa menjadikan bulan
ramadhan sebagai bulan untuk berubah, maka berarti kita sukses meraih tujuan
adanya puasa. Tetapi kalau kita sudah puasa satu bulan penuh namun perbuatan
kita setelah bulan ramadhan tidak merefleksikan adanya perubahan, maka sia-sia
lah rasa lapar dan usaha kita menahan hawa nafsu selama satu bulan tersebut.
Marilah dalam Hari Raya Idlul Fitri 1433 H ini
kita saling mengingatkan satu sama lain untuk menjadi pribadi yang lebih baik
dalam menyongsong kehidupan setelah satu bulan ini mejalani puasa. Tetapi yang
paling penting, ingatkan dulu diri kita sendiri untuk berubah, niatkan diri
bahwa ramadhan tahun ini akan menjadi momentum perubahan untuk menjadi insan
yang lebih baik. (naf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar kamu mengenai apa yang aku tulis di atas. Tapi tolong jaga kesopanan ya,