26 Desember 2014

14 Desember 2014

Klapertaart 2014, Pengmas UKM Penalaran 2014

After wasting my time on Saturday, omitting many appointments and assignments, finally I raised my head ad joined community service held by UKM Penalaran Universitas Airlangga. Actualy, I doubted that I will join this event. However, after I motivated myself I went to AW (astana widya) and I got a buddy to accompany me to Desa Gunung Sari Perjuangan.
It felt wonderful to be able joining a beneficial event such as Klapertaart (Keluarga Penalaran in Traditional Art) 2014.












it's such a joy joining this event. I miss my community service in high school.

04 Desember 2014

Bonus Demografi untuk Memantapkan Posisi Indonesia dalam Bidang Sains dan Teknologi di Dunia

Bonus Demografi untuk Memantapkan Posisi Indonesia dalam Bidang Sains dan Teknologi di Dunia
Oleh: Muhammad A Manaf
Mahasiswa Teknobiomedik FST Universitas Airlangga



Sejak memasuki abad ke-21, Indonesia mulai dilirik sebagai negara ekonomi berkembang yang memiliki banyak potensial, baik dari segi sumber daya alam maupun dari segi sumber daya manusia. Keadaan Indonesia, terutama secara ekonomi sangat berbeda jika dibandingkan tahun 1998, dimana krisis ekonomi dengan tragis menyebabkan efek bola salju yang saat itu tidak hanya melanda ekonomi namun dengan cepat melinggas dunia politik.
Sejak itu pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik hingga memuncak tahun 2011 dengan GDP Indonesia mencapai 6.5%. Memang pada tahun 2013 GDP Indonesia menurun hingga 5.8% yang disebabkan terutama oleh tekanan pada transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan kenaikan laju inflasi. Namun hal tersebut diimbangi dengan perkembangan-perkembangan positif.
McKinsey Global Institute menerbitkan laporannya yang berjudul The archipelago economy: Unleashing Indonesia's potential pada Sptember 2012 dan menyebutkan bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke 7 di dunia. Belum lagi pada tahun 2014 muncul laporan dari UNDP yang menyatakan bahwa Human Developmet Index (HDI) Indonesia naik menjadi 108 dibandingkan tahun 2012 yang menduduki peringkat 127 dari 187 negara di dunia. Laporan keluaran dari World Economic Forum melalui Global Competitive Index menempatkan Indonesia peringakt 38 dari 148 negara.
Hal-hal diatas membuktikan potensi besar negeri ini untuk siap menempatkan dirinya dalam kancah percaturan internasional. Hal ini terutama di dukung oleh bonus demografi Indonesia. Populasi penduduk Indonesia berdasarkan Population Reference Bureau pada tahun 2013 adalah 249 juta jiwa dengan dependency ratio yang terus menurun. Data dari World Bank menyatakan dependency ratio Indonesia pada tahun 2013 adalah 52%, turun 1% dari tahun 2011. Data ini diperkirakan akan terus turun hingga tahun 2035 seperti pada grafik dibawah ini.
Sumber: Indonesia 2014 and Beyond, a Selective Look. A report by World Bank, December 2009

Gafik diatas menunjukkan peningkatan jumlah usia produktif yang terus menerus hingga puncaknya tahun 2025 dan setelah itu mengalami sedikit penurunan. Kesempatan emas tersebut selayaknya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk mewujudkan janji kemerdekaan pada saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Keuntungan memiliki bonus demografi sangat banyak sekali. Hal ini terutama terkait dengan dunia perekonomian karena bonus demografi artinya lebih banyak usia produktif, lebih banyak yang bisa bekerja sehingga GDP meningkat. Peningkatan GDP pasti akan disusul dengan peningkatan perekonomian yang lebih baik. Perekonomian yang lebih baik akan menyebabkan nilai tukar rupiah meningkat. Nilai tukar rupiah menguat tentunya menguntungkan usaha dalam negeri. Namun bagaimana nasib Indonesia dalam bidang yang lain?
Bonus demografi tidak hanya membawa peluang, namun juga ancaman. Banyaknya jumlah usia produktif jika tidak diimbangi dengan kualitasnya akan tetap memaksa pemerintah ‘mengimpor’ tenaga kerja dari luar. Hal ini tentunya akan menyebabkan beban pengangguran dalam negeri yang semakin meningkat.
Untuk itu, jumlah usia yang produktif yang banyak ini harus dialihkan ke perbaikan sektor sains dan teknologi. Dengan julah penduduk semakin banyak, problem akan semakin meningkat. Tenaga ahli dari berbagai bidang pasti lebih banyak dibutuhkan. Menggantungkan diri dari tenaga kerja asing bukan langkah yang baik karena menurunkan kekuatan ekonomi bangsa.
Inovasi dalam sains dan teknologi dapat mendorong pertumbuhan eknomi bangsa. Hal ini lah yang harusnya segera dicanangkan oleh pemerintahan yang baru. Dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, inovasi dalam bidang sains dan teknologi  diperlukan jika kita tidak ingin tertinggal dan kalah dengan negara lain. Bonus demografi disini memegang peranan penting. Banyaknya usia produktif berarti semakin banyak pemikir untuk mencapai tujuan yang ada.
Peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengelola potensi sumber daya manusia agar pada tahun 2025 bonus demografi ini tidak berubah menjadi bumerang yang melukai pelemparnya.
Bonus demografi sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai media pemantapan peranan Indonesia dalam dunia sains dan teknologi. Sangat disayangkan 249 juta jiwa populasi Indonesia hanyalah menjadi konsumen teknologi, bukan produsen. Untuk itulah, selain peningkatan ekonomi pemerintah juga perlu memfokuskan diri dalam pengembangan ilmu dan produk dari sains dan teknologi.
Jumlah peneliti di Indonesia masih minim. Berdasarkan data dari LIPI, ada sekitar 40.000 peneliti di Indonesia. Namun hanya ada sekitar 21.147 peneliti full time. Jumlah ini sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia. Menurut standar World Bank, seharusnya ada sekitar 4000-5000 peneliti untuk setiap satu juta penduduk.
Hal ini diperparah dengan rendahnya jumlah paten hak intelektual Indonesia. Dari tahun 1991-2011, dari 83 000 paten, hanya ada 5000 paten yang milik orang Indonesia. Selebihnya adalah milik orang asing yang mematenkan penemuannya di Indonesia.
Dengan jumlah penduduk yang tinggi dan sumber daya alam yang melimpah, seharusnya peneliti Indonesia lebih banyak. Hal ini bisa disebabkan upah rendah bagi seorang peneliti sehingga mereka harus bekerja lembur dengan mengambil pekerjaan lain untuk bisa menutupi kebutuhan hidup dia dan keluarganya. Belum lagi fasilitas penelitian yang kurang memadai.
Selain itu juga masalah dana untuk riset. Dana APBN Indonesia yang dikucurkan untuk Research and Development (R&D) hanyalah 0.08% (US$490 juta) dari total US$ 586 milyar GDP pada tahun 2009. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Mengingat R&D itu merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus, maka dengan anggaran yang seperti itu bisa menghambat proses R&D yang layak dan progresif.
Bonus demografi pada yang akan datang ini haruslah dimanfaatkan dengan baik. Dengan prediksi penduduk mencapai 290.6 juta pada tahun 2025 (menurut Population Reference Buraeu 2013) yang merupakan potensi besar. Jika penduduk Indonesia sendiri tidak menggarap potensi ini dengan memperbanyak melakukan penelitian dan pembangunan (R&D), maka Indonesia akan menjadi negara konsumen terbesar di dunia atau hanya menjadi negara tempat produksi.
Indonesia sejatinya mengedepankan penelitiannya dalam 3 bidang, yakni pertanian, energi, dan lingkungan. Namun penelitian-penelitian yang ada belum bisa begitu bersaing dalam dunia internasional. Meskipun penelitian yang dikaji melingkupi hal-hal penting seperti energi bersih dari sumber terbarukan dan teknologi genomik untuk meningkatkan hasil panen, negara ini masih tertinggal jauh dari negara-negara lain (Shetty et.al, 2014:27).
Ada banyak sekali area-area penelitian dalam ilmu sains maupun teknologi  yang bisa dikaji di Indonesia. Seperti ketahanan pangan, energi, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, ilmu dan teknologi pertahanan dan keamanan, kesehatan, material maju, dan marine biology yang masih menyingkap banyak misteri yang perlu segera diungkap.
Contohnya saja adalah area kesehatan. Dalam bidang ini, ilmu sains dan teknologi sangat dibutuhkan untuk mendukung perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan modern. Kajian-kajian tentang penyakit tropis perlu dikembangkan. Obat-obatan alternatif perlu diuji dan dibuktikan khasiatnya sehingga bisa diolah dengan modern dan tepat sasaran.
Dari sudut pandang bahan mentah, Indonesia sudah memilikinya. Usia produktif yang lebih dari 60% dari total populasi dan sumber daya alam yang siap diteliti dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat.
Bayangkan saja jika pemerintah tidak segera memfokuskan diri pada pendayagunaan pemuda untuk riset dan pengembangan (R&D), bisa dipastikan pada tahun 2025 selain kita jadi konsumen terbesar kita juga memiliki beban pengangguran yang banyak. Usia produktif hanya menjadi beban negara karena tidak diimbangi dengan kualitas intelektualitasnya. Maka tak heran jika peneliti-peneliti nanti di Indonesia diambil alih oleh Jerman, Amerika Serikat, Jepang dan Cina. Sumber daya alam kita terpaksa harus ditransfer ke negara lain untuk diolah karena tidak ada teknologi pengolahan tinggi dan SDM yang mumpuni disini. Hal ini bisa mengakibatkan runtuhnya teori-teori dan prediksi banyak badan penelitian tentang Indonesia di masa mendatang. Karena nyatanya pada tahun 2025 Indonesia tidak bangkit, namun semakin terpuruk secara ekonomi yang nantinya akan merambat ke sektor yang lain.
Hal tersebut bisa berubah jika pemerintah yang sekarang ini memiliki tujuan yang jelas untuk Riset dan Pengembangan (R&D) demi masyarakat Indonesia yang sejahtera dan berdaya mandiri.
Ada banyak hal-hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengolah peluang bonus demografi untuk perkembangan dunia sains dan teknologi. Diantaranya adalah;
Pertama, pemerintah harus membuat komitmen tentang pengembangan riset dan teknologi dan ada metode pencapaian yang terintegrasi untuk mencapai tujuan. Hal ini sebenarnya sudah pada pemerintahan SBY sudah ada, dengan terbentuknya Komite Inovasi Nasional yang memiliki visi hingga tahun 2025. Namun sayangnya tidak ada langkah progresif yang bisa mempertemukan industri, pendidikan, dan inovasi sains agar komitmen tersebut bisa berjalan.
Kedua, memperkuat peranan pemain-pemain dalam pengembangan riset dan teknologi. Pemain-pemain pokok ini berdasarkan penelitian Shetty dkk pada tahun 2014 adalah Kementerian Riset dan Teknologi; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Lembaga Ilmu Pengathuan Indonesia; Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia; Dewan Riset Nasional; Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi; dan Industri.
Langkah yang diambil oleh pemerintah yang sekarang dengan menggabungkan Ditjen Pendidikan Tinggi ke Kementerian Riset dan Teknologi merupakan langkah signifikan. Diharapkan, universitas-universitas di Indonesia bisa lebih menjalankan trias pendidikan tinggi nya, dengan lebih banyak melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Selain itu, sebagai pusat pembentuk daya pikir dan intelektual, pendidikan harus menanamkan rasa keingintahuan yang besar agar anak didik mampu dan mau mengembangan sains dan teknologi di Indonesia. Tanpa ada pengaruh dan dukungan pemerintah, hal ini sulit dicapai. Sehingga pemerintah harus menggarap seperti apa pendidikan yang akan diberikan kepada masyarakat Indonesia agar peluang bonus demografi ini tidak terbuang sia-sia.
Ketiga, meningkatkan anggaran untuk riset dan pengembangan (R&D) dengan cara meluncurkan dewan khusus untuk menangani masalah pendanaan penelitian. Dengan semakin banyak dana yang terkucur, maka para peneliti akan semakin banyak melakukan penelitian tanpa harus bingung nantinya mendpaat dana dari mana.
Keempat, membangun infrastruktur untuk meningkatkan konektvitas. Banyak hal-hal yang belum diteliti di Kalimantan maupun Papua. Sayang masih sedikit peneliti Indonesia yang mau melakukan penelitian disana karena akses daerahnya yang sulit. Dengan pembangunan infrastruktur diharapkan akan semakin menarik peminat peneliti dan teknokrat untuk bekerja di daerah yang dulunya terpencil. Hal ini juga akan mendukung semakin meratanya pembangunan. Selain itu juga perlu pembangunan laboratorium –laboratorium yang memadai untuk keperluan penelitian yang lebih cangih. Banyak mahasiswa Indonesia pulang ke kampung halaman untuk melanjutkan penelitin namun gagal karena tidak ada fasilitas untuk melakukannya.
Kelima adalah dengan meningkatkan kesejahteraan para peneliti. Peneliti dengan gaji yang rendah merupakan salah satu faktor kenapa jumlah peneliti di Indonesia tidak sebanyak di negara-negara tetangga. Dengan meningkatkan kesejahteraan peneliti, diharapkan posisi ini akan semakin menarik di mata anak muda sehingga pembangunan ekonomi dan pengembangan riset dan teknologi bisa saling mendukung.
Keenam adalah mengefisiensikan sistem birokrasi terkait riset dan pengembangan (R&D). Birokrasi izin untuk melakukan riset harus diperbaiki agar proposal-proposal riset potensial tidak terbuang sia-sia hanya karena tidak bisa melalui birokrasi yang memang sangat rumit. Apalagi tidak semua peneliti memiliki waktu melakukan birokrasi yang berbelit-belit.
Ketujuh adalah dengan membangun kerja sama riset sains dan teknologi dengan negara lain atau badan penelitian internasional lainnya. Dengan membangun kerja sama seperti ini akan menjamin pengembangan sains dan teknologi di Indonesia semakin canggih dan terdepan. Hal ini bisa terwujud jika langkah keenam diatas bisa diwujudkan. Kerja sama riset ini nantinya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti muda yang haus akan relasi internasional.
Bonus demografi Indonesia memiliki banyak potensi untuk bisa meraih janji kemerdekaan. Selain stabilitas ekonomi, hal penting dari bonus demografi yang bisa diwujudkan adalah memantapkan posisi Indonesia dalam sains dan teknologi dalam dunia internasional. Pemantapan posisi sains dan teknologi di Indonesia juga akan membawa dampak semakin stabilnya perekonomian di negeri ini karena SDA sudah diolah oleh SDM sendiri yang berkualitas.
Hal ini bisa diwujudkan dengan menerapkan tujuh langkah seperti yang penulis nyatakan diatas seperti meningkatkan kualitas sumber daya manusia lewat peningkatan peran badan terkait, pembangunan infrastruktur, peningkatan dana penelitian, dan juga kerjasama internasional. Untuk memantapkan posisi Indonesia pada bidang sains dan teknologi harus dilakukan dari dalam dulu. Memperbaiki sistem yang ada. Setelah itu barulah kerja sama internasional bisa dijalankan dengan baik.
Bonus demografi yang diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi aset yang berharga terutama untuk memperkuat posisi sains dan teknologi Indonesia di dunia. Dengan adanya riset dan teknologi baru akan mendorong inovasi dalam sektor eknomi, pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan bangsa. Kita harus yakin bahwa Indonesia bisa.




Daftar Pustaka

Alifien. Tanpa tahun. Jumlah Paten Intelektual Peneliti Indonesia Rendah
 .http://www.technology-indonesia.com/component/content/article/124-teknik-produksi/361-jumlah-paten-intelektual-peneliti-indonesia-rendah. Diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 14:27 WIB
BTI 2014. Indonesia Country Report.BTI Project 2014
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 10:09 WIB
http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.DPND diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 10:09 WIB
World Bank. Indonesia at a glance. http://devdata.worldbank.org/AAG/idn_aag .pdf diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 07:49 WIB
McKinsey Global Institute. September 2012. The archipelago economy; unleashing Indonesia’s Potentials. McKinsey & Company 2012.
OECD. 2013. Structural Policy Country Notes, Indonesia. Laporan tahunan OECD dalam Structural Policy Challenges for Southeast Asian Countries 2013.
Okamoto, Yumiko dan Fredrik Sjöholm.  2001. Technology Development In Indonesia. The European Institute of Japanese Studies.
Perkembangan Ekonomi Terkini 2014. http://macroeconomicdashboard.com/ index.php/ekonomi-makro/166-perkembangan-ekonomi-terkini diakses tanggal 30 November 2014 Pukul 08.47 WIB
Population Reference Bureau. 2013. World Population Data Sheet 2013. Laporan tahunan PRB tahun 2013.
Schwab, Klaus. 2014. The Global Competitiveness Report 2014–2015. World Economic Forum.
Setyorini, Virna P. 23 April 2014 . Indonesia masih butuh 191.400 peneliti. http://www.antaranews.com/berita/430698/indonesia-masih-butuh-191400 peneliti. Diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 14:25 WIB
Shetty, Pretty, Husein Akil dan Trina Fizzanty. 2014. Indonesia, The Atlas of Islamic World Science and Innovation Country Case Study. Creative Commons.
UNDP. 2013. Indonesia, HDI values and rank changes in the 2013 Human Development Report. Laporan UNDP dalam Human Development Report 2013.
UNDP. 2014. Indonesia, HDI values and rank changes in the 2014 Human Development Report. Laporan UNDP dalam Human Development Report 2014.
World Bank. Desember 2009. Indonesia Economic Quarterly. Laporan kwartal World Bank 2009.






Bonus Demografi untuk Memantapkan Posisi Indonesia dalam Bidang Sains dan Teknologi di Dunia

Bonus Demografi untuk Memantapkan Posisi Indonesia dalam Bidang Sains dan Teknologi di Dunia
Oleh: Muhammad A Manaf
Mahasiswa Teknobiomedik FST Universitas Airlangga



Sejak memasuki abad ke-21, Indonesia mulai dilirik sebagai negara ekonomi berkembang yang memiliki banyak potensial, baik dari segi sumber daya alam maupun dari segi sumber daya manusia. Keadaan Indonesia, terutama secara ekonomi sangat berbeda jika dibandingkan tahun 1998, dimana krisis ekonomi dengan tragis menyebabkan efek bola salju yang saat itu tidak hanya melanda ekonomi namun dengan cepat melinggas dunia politik.
Sejak itu pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik hingga memuncak tahun 2011 dengan GDP Indonesia mencapai 6.5%. Memang pada tahun 2013 GDP Indonesia menurun hingga 5.8% yang disebabkan terutama oleh tekanan pada transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar rupiah yang dibarengi dengan kenaikan laju inflasi. Namun hal tersebut diimbangi dengan perkembangan-perkembangan positif.
McKinsey Global Institute menerbitkan laporannya yang berjudul The archipelago economy: Unleashing Indonesia's potential pada Sptember 2012 dan menyebutkan bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke 7 di dunia. Belum lagi pada tahun 2014 muncul laporan dari UNDP yang menyatakan bahwa Human Developmet Index (HDI) Indonesia naik menjadi 108 dibandingkan tahun 2012 yang menduduki peringkat 127 dari 187 negara di dunia. Laporan keluaran dari World Economic Forum melalui Global Competitive Index menempatkan Indonesia peringakt 38 dari 148 negara.
Hal-hal diatas membuktikan potensi besar negeri ini untuk siap menempatkan dirinya dalam kancah percaturan internasional. Hal ini terutama di dukung oleh bonus demografi Indonesia. Populasi penduduk Indonesia berdasarkan Population Reference Bureau pada tahun 2013 adalah 249 juta jiwa dengan dependency ratio yang terus menurun. Data dari World Bank menyatakan dependency ratio Indonesia pada tahun 2013 adalah 52%, turun 1% dari tahun 2011. Data ini diperkirakan akan terus turun hingga tahun 2035 seperti pada grafik dibawah ini.
Sumber: Indonesia 2014 and Beyond, a Selective Look. A report by World Bank, December 2009

Gafik diatas menunjukkan peningkatan jumlah usia produktif yang terus menerus hingga puncaknya tahun 2025 dan setelah itu mengalami sedikit penurunan. Kesempatan emas tersebut selayaknya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk mewujudkan janji kemerdekaan pada saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Keuntungan memiliki bonus demografi sangat banyak sekali. Hal ini terutama terkait dengan dunia perekonomian karena bonus demografi artinya lebih banyak usia produktif, lebih banyak yang bisa bekerja sehingga GDP meningkat. Peningkatan GDP pasti akan disusul dengan peningkatan perekonomian yang lebih baik. Perekonomian yang lebih baik akan menyebabkan nilai tukar rupiah meningkat. Nilai tukar rupiah menguat tentunya menguntungkan usaha dalam negeri. Namun bagaimana nasib Indonesia dalam bidang yang lain?
Bonus demografi tidak hanya membawa peluang, namun juga ancaman. Banyaknya jumlah usia produktif jika tidak diimbangi dengan kualitasnya akan tetap memaksa pemerintah ‘mengimpor’ tenaga kerja dari luar. Hal ini tentunya akan menyebabkan beban pengangguran dalam negeri yang semakin meningkat.
Untuk itu, jumlah usia yang produktif yang banyak ini harus dialihkan ke perbaikan sektor sains dan teknologi. Dengan julah penduduk semakin banyak, problem akan semakin meningkat. Tenaga ahli dari berbagai bidang pasti lebih banyak dibutuhkan. Menggantungkan diri dari tenaga kerja asing bukan langkah yang baik karena menurunkan kekuatan ekonomi bangsa.
Inovasi dalam sains dan teknologi dapat mendorong pertumbuhan eknomi bangsa. Hal ini lah yang harusnya segera dicanangkan oleh pemerintahan yang baru. Dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, inovasi dalam bidang sains dan teknologi  diperlukan jika kita tidak ingin tertinggal dan kalah dengan negara lain. Bonus demografi disini memegang peranan penting. Banyaknya usia produktif berarti semakin banyak pemikir untuk mencapai tujuan yang ada.
Peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengelola potensi sumber daya manusia agar pada tahun 2025 bonus demografi ini tidak berubah menjadi bumerang yang melukai pelemparnya.
Bonus demografi sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai media pemantapan peranan Indonesia dalam dunia sains dan teknologi. Sangat disayangkan 249 juta jiwa populasi Indonesia hanyalah menjadi konsumen teknologi, bukan produsen. Untuk itulah, selain peningkatan ekonomi pemerintah juga perlu memfokuskan diri dalam pengembangan ilmu dan produk dari sains dan teknologi.
Jumlah peneliti di Indonesia masih minim. Berdasarkan data dari LIPI, ada sekitar 40.000 peneliti di Indonesia. Namun hanya ada sekitar 21.147 peneliti full time. Jumlah ini sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia. Menurut standar World Bank, seharusnya ada sekitar 4000-5000 peneliti untuk setiap satu juta penduduk.
Hal ini diperparah dengan rendahnya jumlah paten hak intelektual Indonesia. Dari tahun 1991-2011, dari 83 000 paten, hanya ada 5000 paten yang milik orang Indonesia. Selebihnya adalah milik orang asing yang mematenkan penemuannya di Indonesia.
Dengan jumlah penduduk yang tinggi dan sumber daya alam yang melimpah, seharusnya peneliti Indonesia lebih banyak. Hal ini bisa disebabkan upah rendah bagi seorang peneliti sehingga mereka harus bekerja lembur dengan mengambil pekerjaan lain untuk bisa menutupi kebutuhan hidup dia dan keluarganya. Belum lagi fasilitas penelitian yang kurang memadai.
Selain itu juga masalah dana untuk riset. Dana APBN Indonesia yang dikucurkan untuk Research and Development (R&D) hanyalah 0.08% (US$490 juta) dari total US$ 586 milyar GDP pada tahun 2009. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Mengingat R&D itu merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus, maka dengan anggaran yang seperti itu bisa menghambat proses R&D yang layak dan progresif.
Bonus demografi pada yang akan datang ini haruslah dimanfaatkan dengan baik. Dengan prediksi penduduk mencapai 290.6 juta pada tahun 2025 (menurut Population Reference Buraeu 2013) yang merupakan potensi besar. Jika penduduk Indonesia sendiri tidak menggarap potensi ini dengan memperbanyak melakukan penelitian dan pembangunan (R&D), maka Indonesia akan menjadi negara konsumen terbesar di dunia atau hanya menjadi negara tempat produksi.
Indonesia sejatinya mengedepankan penelitiannya dalam 3 bidang, yakni pertanian, energi, dan lingkungan. Namun penelitian-penelitian yang ada belum bisa begitu bersaing dalam dunia internasional. Meskipun penelitian yang dikaji melingkupi hal-hal penting seperti energi bersih dari sumber terbarukan dan teknologi genomik untuk meningkatkan hasil panen, negara ini masih tertinggal jauh dari negara-negara lain (Shetty et.al, 2014:27).
Ada banyak sekali area-area penelitian dalam ilmu sains maupun teknologi  yang bisa dikaji di Indonesia. Seperti ketahanan pangan, energi, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, ilmu dan teknologi pertahanan dan keamanan, kesehatan, material maju, dan marine biology yang masih menyingkap banyak misteri yang perlu segera diungkap.
Contohnya saja adalah area kesehatan. Dalam bidang ini, ilmu sains dan teknologi sangat dibutuhkan untuk mendukung perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan modern. Kajian-kajian tentang penyakit tropis perlu dikembangkan. Obat-obatan alternatif perlu diuji dan dibuktikan khasiatnya sehingga bisa diolah dengan modern dan tepat sasaran.
Dari sudut pandang bahan mentah, Indonesia sudah memilikinya. Usia produktif yang lebih dari 60% dari total populasi dan sumber daya alam yang siap diteliti dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat.
Bayangkan saja jika pemerintah tidak segera memfokuskan diri pada pendayagunaan pemuda untuk riset dan pengembangan (R&D), bisa dipastikan pada tahun 2025 selain kita jadi konsumen terbesar kita juga memiliki beban pengangguran yang banyak. Usia produktif hanya menjadi beban negara karena tidak diimbangi dengan kualitas intelektualitasnya. Maka tak heran jika peneliti-peneliti nanti di Indonesia diambil alih oleh Jerman, Amerika Serikat, Jepang dan Cina. Sumber daya alam kita terpaksa harus ditransfer ke negara lain untuk diolah karena tidak ada teknologi pengolahan tinggi dan SDM yang mumpuni disini. Hal ini bisa mengakibatkan runtuhnya teori-teori dan prediksi banyak badan penelitian tentang Indonesia di masa mendatang. Karena nyatanya pada tahun 2025 Indonesia tidak bangkit, namun semakin terpuruk secara ekonomi yang nantinya akan merambat ke sektor yang lain.
Hal tersebut bisa berubah jika pemerintah yang sekarang ini memiliki tujuan yang jelas untuk Riset dan Pengembangan (R&D) demi masyarakat Indonesia yang sejahtera dan berdaya mandiri.
Ada banyak hal-hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengolah peluang bonus demografi untuk perkembangan dunia sains dan teknologi. Diantaranya adalah;
Pertama, pemerintah harus membuat komitmen tentang pengembangan riset dan teknologi dan ada metode pencapaian yang terintegrasi untuk mencapai tujuan. Hal ini sebenarnya sudah pada pemerintahan SBY sudah ada, dengan terbentuknya Komite Inovasi Nasional yang memiliki visi hingga tahun 2025. Namun sayangnya tidak ada langkah progresif yang bisa mempertemukan industri, pendidikan, dan inovasi sains agar komitmen tersebut bisa berjalan.
Kedua, memperkuat peranan pemain-pemain dalam pengembangan riset dan teknologi. Pemain-pemain pokok ini berdasarkan penelitian Shetty dkk pada tahun 2014 adalah Kementerian Riset dan Teknologi; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Lembaga Ilmu Pengathuan Indonesia; Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia; Dewan Riset Nasional; Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi; dan Industri.
Langkah yang diambil oleh pemerintah yang sekarang dengan menggabungkan Ditjen Pendidikan Tinggi ke Kementerian Riset dan Teknologi merupakan langkah signifikan. Diharapkan, universitas-universitas di Indonesia bisa lebih menjalankan trias pendidikan tinggi nya, dengan lebih banyak melakukan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Selain itu, sebagai pusat pembentuk daya pikir dan intelektual, pendidikan harus menanamkan rasa keingintahuan yang besar agar anak didik mampu dan mau mengembangan sains dan teknologi di Indonesia. Tanpa ada pengaruh dan dukungan pemerintah, hal ini sulit dicapai. Sehingga pemerintah harus menggarap seperti apa pendidikan yang akan diberikan kepada masyarakat Indonesia agar peluang bonus demografi ini tidak terbuang sia-sia.
Ketiga, meningkatkan anggaran untuk riset dan pengembangan (R&D) dengan cara meluncurkan dewan khusus untuk menangani masalah pendanaan penelitian. Dengan semakin banyak dana yang terkucur, maka para peneliti akan semakin banyak melakukan penelitian tanpa harus bingung nantinya mendpaat dana dari mana.
Keempat, membangun infrastruktur untuk meningkatkan konektvitas. Banyak hal-hal yang belum diteliti di Kalimantan maupun Papua. Sayang masih sedikit peneliti Indonesia yang mau melakukan penelitian disana karena akses daerahnya yang sulit. Dengan pembangunan infrastruktur diharapkan akan semakin menarik peminat peneliti dan teknokrat untuk bekerja di daerah yang dulunya terpencil. Hal ini juga akan mendukung semakin meratanya pembangunan. Selain itu juga perlu pembangunan laboratorium –laboratorium yang memadai untuk keperluan penelitian yang lebih cangih. Banyak mahasiswa Indonesia pulang ke kampung halaman untuk melanjutkan penelitin namun gagal karena tidak ada fasilitas untuk melakukannya.
Kelima adalah dengan meningkatkan kesejahteraan para peneliti. Peneliti dengan gaji yang rendah merupakan salah satu faktor kenapa jumlah peneliti di Indonesia tidak sebanyak di negara-negara tetangga. Dengan meningkatkan kesejahteraan peneliti, diharapkan posisi ini akan semakin menarik di mata anak muda sehingga pembangunan ekonomi dan pengembangan riset dan teknologi bisa saling mendukung.
Keenam adalah mengefisiensikan sistem birokrasi terkait riset dan pengembangan (R&D). Birokrasi izin untuk melakukan riset harus diperbaiki agar proposal-proposal riset potensial tidak terbuang sia-sia hanya karena tidak bisa melalui birokrasi yang memang sangat rumit. Apalagi tidak semua peneliti memiliki waktu melakukan birokrasi yang berbelit-belit.
Ketujuh adalah dengan membangun kerja sama riset sains dan teknologi dengan negara lain atau badan penelitian internasional lainnya. Dengan membangun kerja sama seperti ini akan menjamin pengembangan sains dan teknologi di Indonesia semakin canggih dan terdepan. Hal ini bisa terwujud jika langkah keenam diatas bisa diwujudkan. Kerja sama riset ini nantinya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti muda yang haus akan relasi internasional.
Bonus demografi Indonesia memiliki banyak potensi untuk bisa meraih janji kemerdekaan. Selain stabilitas ekonomi, hal penting dari bonus demografi yang bisa diwujudkan adalah memantapkan posisi Indonesia dalam sains dan teknologi dalam dunia internasional. Pemantapan posisi sains dan teknologi di Indonesia juga akan membawa dampak semakin stabilnya perekonomian di negeri ini karena SDA sudah diolah oleh SDM sendiri yang berkualitas.
Hal ini bisa diwujudkan dengan menerapkan tujuh langkah seperti yang penulis nyatakan diatas seperti meningkatkan kualitas sumber daya manusia lewat peningkatan peran badan terkait, pembangunan infrastruktur, peningkatan dana penelitian, dan juga kerjasama internasional. Untuk memantapkan posisi Indonesia pada bidang sains dan teknologi harus dilakukan dari dalam dulu. Memperbaiki sistem yang ada. Setelah itu barulah kerja sama internasional bisa dijalankan dengan baik.
Bonus demografi yang diisi oleh sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi aset yang berharga terutama untuk memperkuat posisi sains dan teknologi Indonesia di dunia. Dengan adanya riset dan teknologi baru akan mendorong inovasi dalam sektor eknomi, pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan bangsa. Kita harus yakin bahwa Indonesia bisa.




Daftar Pustaka

Alifien. Tanpa tahun. Jumlah Paten Intelektual Peneliti Indonesia Rendah
 .http://www.technology-indonesia.com/component/content/article/124-teknik-produksi/361-jumlah-paten-intelektual-peneliti-indonesia-rendah. Diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 14:27 WIB
BTI 2014. Indonesia Country Report.BTI Project 2014
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 10:09 WIB
http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.DPND diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 10:09 WIB
World Bank. Indonesia at a glance. http://devdata.worldbank.org/AAG/idn_aag .pdf diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 07:49 WIB
McKinsey Global Institute. September 2012. The archipelago economy; unleashing Indonesia’s Potentials. McKinsey & Company 2012.
OECD. 2013. Structural Policy Country Notes, Indonesia. Laporan tahunan OECD dalam Structural Policy Challenges for Southeast Asian Countries 2013.
Okamoto, Yumiko dan Fredrik Sjöholm.  2001. Technology Development In Indonesia. The European Institute of Japanese Studies.
Perkembangan Ekonomi Terkini 2014. http://macroeconomicdashboard.com/ index.php/ekonomi-makro/166-perkembangan-ekonomi-terkini diakses tanggal 30 November 2014 Pukul 08.47 WIB
Population Reference Bureau. 2013. World Population Data Sheet 2013. Laporan tahunan PRB tahun 2013.
Schwab, Klaus. 2014. The Global Competitiveness Report 2014–2015. World Economic Forum.
Setyorini, Virna P. 23 April 2014 . Indonesia masih butuh 191.400 peneliti. http://www.antaranews.com/berita/430698/indonesia-masih-butuh-191400 peneliti. Diakses pada tanggal 30 November 2014 pukul 14:25 WIB
Shetty, Pretty, Husein Akil dan Trina Fizzanty. 2014. Indonesia, The Atlas of Islamic World Science and Innovation Country Case Study. Creative Commons.
UNDP. 2013. Indonesia, HDI values and rank changes in the 2013 Human Development Report. Laporan UNDP dalam Human Development Report 2013.
UNDP. 2014. Indonesia, HDI values and rank changes in the 2014 Human Development Report. Laporan UNDP dalam Human Development Report 2014.
World Bank. Desember 2009. Indonesia Economic Quarterly. Laporan kwartal World Bank 2009.